RUANGPOLITIK.COM-Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak uji materi Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen oleh tujuh pemohon pada hari ini, Kamis (24/2/2022).
Dalam pembacaan keputusan, empat hakim konstitusi mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Mereka adalah Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra.
“Kami berpendapat pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Namun, dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak,” kata Hakim Manahan saat pembacaan putusan di Gedung MK yang disiarkan secara daring, Kamis (24/2/2022).
Kemudian Manahan menjelaskan dalam putusan Mahkamah sebelumnya, ketentuan presidential threshold bertujuan mendapatkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan legitimasi yang kuat dari rakyat.
Namun, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan ambang batas tersebut untuk mewujudkan sistem presidensial yang efektif, berbasis dukungan DPR.
Berita Terkait:
Uji Materi Gatot Nurmantyo Soal Presidential Threshold Ditolak MK
Hakim MK Putuskan Gugatan Gatot Nurmantyo Hari Ini
Mantan Panglima TNI ikut Gugat PT 0%. Gatot: Suara Mayoritas Masyarakat
Tamsil Linrung: MK Buka Peluang Turunkan PT Jadi 0%
Mahkamah menyatakan presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy, maka berada dalam ranah pembuat undang-undang. Sehingga mekanisme ini berada di DPR dalam menentukan atau mengubah besaran persyaratan tersebut.
“Karena itu, mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 adalah konstitusional,” kata Ketua MK Anwar Usman.
Sedangkan hakim Suhartoyo dan Saldi Isra berpendapat pemohon memiliki kedudukan hukum dan pokok permohonan beralasan menurut hukum. Sehingga permohonan pemohon patut dikabulkan MK.
“Pasal 222 UU 7/2017 adalah inskonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana didalilkan oleh pemohon dalam permohonan adalah beralasan hukum menurut hukum. Dan seharusnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan a quo,” demikian pendapat Suhartoyo dan Saldi Isra, dibacakan Hakim Anwar Usman.
Dalam pembacaan putusan ini, terdapat pemohon atas nama mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Selain itu ada anggota DPD Tamsil Linrung, politikus partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono Linrung, Edwin Pratama Putra, dan Fahira Idris dan lainnya. (Tyo)
Editor: Setiono
(Rupol)