RUANGPOLITIK.COM — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW), menanggapi usulan dunia usaha yang disampaikan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, agar Pemilihan Presiden 2024 dimundurkan.
“Wacana tersebut selain tak sesuai dengan ketentuan konstitusi (UUD NRI 1945), juga tak kondusif bagi iklim berusaha,” katanya dikutip RuPol dari Website Fraksi PKS, Selasa (11/1/2022).
Jika ada pengusaha yang menginginkan perpanjangan periode presiden, dan penundaan pemilu karena faktor ekonomi, maka tentu wawasan kebangsaan dan pemahaman konstitusinya perlu ditingkatkan.
“Kami di MPR siap untuk mensosialisasikan pemahaman berkonstitusi secara benar itu kepada dunia usaha,” ujarnya.
Menurut dia, usulan itu justru memantik polemik yang malah bisa menghadirkan ketidakpastian hukum dan ketidak kondusifitasan perkembang gerak ekonomi dan investasi.
HNW meminta dunia usaha yang telah dibantu ratusan triliun rupiah via APBN itu untuk fokus bersama-sama negara dan rakyat berkontribusi maksimal untuk atasi masalah ekonomi dan sosial dampak dari Covid-19.
Baca juga:
Golkar Tegur PKS Terkait Pernyataan Warisan Hutang
Ketentuan soal masa jabatan presiden itu bukanlah domainnya pengusaha, melainkan UUD NRI 1945. Aturan-aturannya jangat jelas dan tegas. Pasal 7 UUD NRI 1945, presiden hanya boleh menjabat maksimal dua periode dan pasal 22E mengamanatkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun.
“Artinya sudah fixed, tidak ada alternatif konstitusional untuk perpanjangan menjadi 3 periode, maupun penambahan 3 tahun untuk periode ke dua karena itu tidak sesuai dengan Konstitusi,” ujar HNW.
Menurutnya, untuk bisa mengubah ketentuan UUD itu, kewenangannya sesuai dengan UUD adanya di MPR (pasal 37), dan di MPR tidak ada agenda perubahan UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.
Dan tidak ada satu pun anggota MPR yang mengusulkan perubahan itu, padahal UUD mengatur jumlah syarat minimal jumlah pengusul yaitu 1/3 anggota MPR yaitu 237 Anggota MPR.
“Maka wajar bila Pemerintah dan DPR juga sudah sepakat, bahwa Pemilu (legislatif maupun pilpres/eksekutif) tetap akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUDNRI 1945 dan UU Pemilu yaitu pada tahun 2024,” paparnya.
Ketentuan Konstitusi ini harus ditaati dan dihormati semua warga, termasuk dari kalangan pengusaha. Apalagi pandemi Covid-19 juga terjadi di semua negara demokratis, seperti Amerika Serikat, Iran, New Zealand,.
“Tak ada yang karena alasan ekonomi akibat Covid-19 kemudian mengubah konstitusinya untuk menambahkan masa jabatan bagi presiden” ujarnya.
Baca juga:
Menteri BKPM Berharap Pemilu Diundur atau Jabatan Jokowi Diperpanjang
Apalagi, lanjut Hidayat, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia dan survey-survey lainnya, mayoritas masyarakat Indonesia menolak perpanjangan masa jabatan presiden.
Penolakan tersebut terjadi lebih tinggi di kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan soal ketentuan masa jabatan Presiden sebagaimana yang tercantum di Konstitusi.
HNW mengingatkan bahwa selama pandemi Covid-19, dunia usaha sudah ‘dimanjakan’ oleh APBN melalui beragam bantuan dan insentif yang jumlahnya meningkat dari tahun 2020 ke tahun 2021. Pada tahun 2020, anggaran PEN untuk Korporasi-UMKM dan insentif usaha sebesar Rp 170 Triliun.
Pada tahun 2021, anggaran tersebut meningkat menjadi Rp 230 Triliun.
“Keberpihakan Negara kepada dunia usaha tersebut seharusnya membuat dunia usaha membalas dengan kontribusi nyata bangkitnya ekonomi dan lancarnya investasi, tidak malah melemparkan usulan yang kontroversial, polemis, menabrak konstitusi dan karenanya tidak kondusif untuk memperbaiki dunia usaha,” ujarnya.
Mestinya Menteri Investasi/Kepala BKPM justru ingatkan para pengusaha yang sudah nikmati insentif modal dan pajak itu untuk taati konstitusi agar hadirkan kondisi yang kondusif untuk dunia usaha dan politik, dan mengatasi dampak-dampak dari covid-19 dengan segala variannya, menciptakan stabilitas kondisi sosial ekonomi dan politik yang kondusif menuju transisi kepemimpinan nasional pada tahun 2024 nanti,” pungkasnya. (HER)
Editor: Herman BM
(RuPol)