RUANGPOLITIK.COM – Pengaturan toa masjid yang disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menimbulkan kontroversial di tengah masyarakat. Hal itu terjadi karena, Yaqut diduga membandingkan penggunaan toa masjid dengan gonggongan anjing.
“Pernyataan tersebut tentu tak pantas disampaikan seorang menteri. Sebagai pejabat publik, seharusnya bijak memilih diksi yang tidak menimbulkan multi tafsir,” kata Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, kepada RuPol, Kamis (24/2/2022).
Lebih lanjut, menurut Jamiluddin, menganalogikan toa masjid dengan gonggongan anjing memang terbuka menimbulkan multi tafsir. Disatu sisi, masjid tempat yang suci bagi ummat Islam, sementara disisi lain anjing dinilai binatang penuh najis.
“Hal itu dengan sendirinya dapat menimbulkan persepsi yang negatif terhadap pernyatan Menteri Agama. Akibatnya, sebagian ummat Islam bisa saja menilai pernyataan itu sebagai penghinaan,” ucapnya.
Berita Terkait:
Kontroversi, Gus Yaqut Mencontohkan, Bukan Bandingkan Suara Adzan Dengan Anjing
Ketua Komisi VIII: Tarik Pernyataan Adzan dan Anjing Menggonggong
Imbas Pernyataan Kontroversi, Menteri Agama Bakal Dipolisikan
Wapres Maruf: Ulama NU Harus Bisa Jadi Dinamo Penggerak Lokomotif Perbaikan
Jamiluddin pun menilai, kontroversi itu terjadi karena dua hal. Pertama, Menteri Agama seperti kurang kerjaan sehingga harus mengatur penggunaan toa masjid. Padahal, hal itu sudah berlangsung ratusan tahun tanpa adanya gesekan yang berarti.
Kedua, menganalogikan toa masjid dengan gonggongan anjing memang membuka persepsi yang beragam. Ragam persepsi inilah yang menimbulkan kontroversial di tengah masyarakat.
“Karena itu, sebaiknya menteri tidak perlu mengatur hal-hal yang terlalu sensitif, apalagi berkaitan dengan agama. Sebagai pejabat publik juga harus selektif memilih diksi agar tidak menimbulkan jarak persepsi yang lebar. Pejabat publik seharusnya berpikir dulu baru berbicara, bukan sebaliknya,” imbuh Jamiluddin. ( AFI)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)