RUANGPOLITIK.COM–Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menduga ada kepentingan elit untuk menjegal karir politik Nur Alam dengan hukuman 12 tahun penjara yang dinilainya terlalu berlebihan.
Sebab, kata Ari, tidak sebanding dengan pencapaian Nur Alam yang hampir 10 tahun membangun Sultra dari sisi ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur jauh lebih baik.
“Kasus hukum yang membelit Nur Alam walaupun dia berhasil melakukan terobosan besar di Sultra, jika berbenturan dengan kelindan kartel dan kepentingan mafia jahat maka jangan berharap keadilan bisa tegak,” kata Ari Junaedi dirilis RuPol dalam dalam launching buku memoar Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) 2008-2018 Nur Alam berjudul ‘Dipaksa Salah Divonis Kalah’ yang diluncurkan pada Senin, 7 Maret 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara
Ari menduga ada kepentingan dari elit yang ingin menghancurkan karir politik Nur Alam. Bukan tidak mungkin, dia menilai karir politik Nur Alam di Sulawesi Tenggara sangat moncer.
Nur Alam dinilai menjadi barometer dan menjadi magnet politik yang sangat kuat di Bumi Anoa. Nur Alam pun dinilai masih memiliki basis pendukung setia dan militan hingga hari ini.
“Sejatinya Nur Alam adalah putra bangsa yang dipaksa kalah dan divonis salah. Dedikasinya untuk Sultra tidak kalah oleh lembabnya jeruji besi. Setidaknya kasus Nur Alam menjadi pandora bahwa harga keadilan di negeri ini masih bertarif dan rapuh oleh lembab kekuasaan yang pongah,” sambung Arif.
Sementara itu, pakar hukum pidana M. Arif Setiawan sempat melakukan eksaminasi atas vonis 12 tahun penjara Nur Alam. Eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim).
Berita terkait:
Nur Alam: ‘Dipaksa Salah Divonis Kalah’
Hamdan Zoelva: Nur Alam Korban Peradilan Sesat
Seperti diketahui, sejumlah upaya hukum telah ditempuh Nur Alam atas kasus yang menjeratnya. Mulai dari mengajukan Praperadilan, Banding ke tingkat Pengadilan Tinggi, Kasasi ke Mahkamah Agung (MA), hingga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dua kali ke MA.
“Dalam Eksaminasi terhadap kasus yang dialami oleh Pak Nur Alam ini ternyata hanya ada satu hakim dalam putusan PK yang intinya sama dengan hasil eksaminasi kami bahwa kasus Nur Alam adalah terkait keperdataan dan bukan kasus pidana,” tutup Arif. (PA)
Editor: Setiono
(RuPol)