Mantan Wakil Presiden HM Jusuf Kalla (JK), mengingatkan elite politik yang mengusulkan penundaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif untuk taat terhadap konstitusi. JK menegaskan pelanggaran terhadap konstitusi berpotensi menuai keributan.
JK merasa khawatir wacana penundaan pemilu bila dibiarkan menimbulkan masalah. Apalagi konstitusi mengamanatkan pemilu digelar lima tahun sekali.
“Konstitusinya lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi maka negeri ini akan ribut,” kata JK dikutip antara usai menghadiri Mubes IKA Universitas Hasanuddin (Unhas) di Hotel Four Point Makassar, Jumat (4/3).
Mantan ketua umum Partai Golkar ini mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati terhadap wacana penundaan Pemilu 2024. JK menegaskan menunda Pemilu dari jadwal yang sudah ditentukan adalah pelanggaran konstitusi.
“Memperpanjang itu tidak sesuai dengan konstitusi. Kecuali kalau konstitusinya diubah,” kata JK.
Pria yang menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia menyadari sejarah panjang demokratisasi yang berlangsung di negeri ini. Sehingga menjaga konstitusi adalah jalan keluar untuk meredakan ketegangan akibat konflik.
“Kita terlalu punya konflik. Kita (harus) taat pada konstitusi. Itu saja,” kata JK.
Menurutnya, penundaan pemilu yang diusulkan beberapa elite parpol untuk satu atau dua tahun kedepan, tidak semua orang menyetujui wacana itu.
“Khan sebagian besar tidak setuju,” ujarnya.
Wacana Pemilu 2024 ditunda pertama kali disampaikan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. Usulan agar Pemilu ditunda satu atau dua tahun itu mendapat respon dari Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan.
Alasan yang dikemukakan adalah kondisi perekonomian saat itu belum stabil akibat Covid-19, maka pemerintah dalam fokus pemulihan.
Berita terkait:
Nasdem dan Jusuf Kalla, Jalan Anies Menuju Kursi Presiden
Respon Tunda Pemilu Nasdem Taat Konstitusi
Wacana Cak Imin mendapat penolakan dari partai NasDem, PKS, Demokrat, PPP, dan PDI Perjuangan. Kemudian setelah mendengar dan memahami tekanan publik, partai Gerindra kini menolak usulan itu.
Belakangan, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dalam rilis terakhir menunjukkan mayoritas publik tidak setuju dengan penundaan Pemilu 2024.
Djayadi Hanan juga mengungkapkan mayoritas responden menyatakan menolak perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan adanya Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
“Secara keseluruhan 70,7 persen atau mayoritas menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di kalangan yang aware informasi, penolakan lebih tinggi lagi yaitu 74 persen,” kata Djayadi
Djayadi juga menyebut bahwa masyarakat menginginkan masa jabatan presiden berakhir sesuai konstitusi.
“Menurut mayoritas warga, masa jabatan Presiden Joko Widodo harus berakhir pada 2024 sesuai konstitusi,” ujarnya. (Tyo).
Editor: Setiono
(RuPol)