Dodo Gunawan menambahkan bahwa BMKG mencatat wilayah Ciputat, Tangerang Selatan, menjadi daerah di Indonesia dengan suhu maksimum harian tertinggi pada 17 April 2023 yakni sebesar 37,2 derajat Celsius.
RUANGPOLITIK.COM –Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab Indonesia mengalami suhu panas dalam beberapa hari terakhir. Salah satunya adalah karena dinamika atmosfer yang tidak biasa.
“Suhu panas ekstrem melanda negara-negara Asia sepekan terakhir. Indonesia tidak mengalami gelombang panas, tetapi suhu maksimum udara permukaan tergolong panas,” ujar Plt Deputi Bidang Klimatologi, Dodo Gunawan di Jakarta, Senin, 24 April 2023.
Dia mengemukakan bahwa terdapat lima penyebab suhu panas di Indonesia. Kelima sebab itu adalah dinamika atmosfer yang tidak biasa, suhu panas bulan April di wilayah Asia Selatan secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu Matahari, dan lonjakan panas tahun 2023 adalah yang terparah.
Selain itu, ada tren pemanasan global dan perubahan iklim, gelombang panas heatwave semakin berisiko berpeluang terjadi 30 kali lebih sering. Lalu, dominasi monsun Australia, Indonesia memasuki musim kemarau, dan intensitas maksimum radiasi matahari pada kondisi cuaca cerah dan kurangnya tutupan awan.
Dodo Gunawan menambahkan bahwa BMKG mencatat wilayah Ciputat, Tangerang Selatan, menjadi daerah di Indonesia dengan suhu maksimum harian tertinggi pada 17 April 2023 yakni sebesar 37,2 derajat Celsius.
Pada dasarian II April 2023 atau periode 11-20 April, suhu panas di atas 36 derajat Celsius melanda beberapa unit kerja BMKG, seperti di wilayah Stasiun Meteorologi Pangsuma 36,6 derajat Celsius, Nangapinoh 36,5 derajat Celsius, BMKG Wilayah I 36,5 derajat Celsius, Stasiun Meteorologi Tabelian 36,3 derajat Celsius, Stasiun Meteorologi Tarempa 36,2 derajat Celsius, Stasiun Geofisika Deli Serdang 36,2 derajat Celsius, BMKG Wilayah II 36,2 derajat Celsius, dan Stasiun Klimatologi Banten 36 derajat Celsius.
Dampak Buruk Cuaca Panas
Efek parah akibat panas berkepanjangan dapat terjadi pada keadaan fisik, seperti keringat berlebih, peningkatan risiko dehidrasi, dan kelelahan panas atau heat stroke. Namun, suhu terik juga dapat memiliki efek signifikan pada kesehatan mental.
Panas dapat membuat banyak orang sangat rewel dan, dalam beberapa kasus, benar-benar marah.
“Ketika suhu naik, kita bisa menjadi lebih emosional dan marah,” kata psikolog klinis dan pencipta Mental Drive, Joshua Klapow.
“Akan tetapi, hanya ketika kita bergerak dari kenyamanan relatif ke ketidaknyamanan relatif. Ketika kita menjadi lebih tidak nyaman secara fisik, kemampuan kita untuk mengelola emosi kita berkurang,” tuturnya menambahkan.
Joshua Klapow menuturkan bahwa sistem saraf seseorang melepaskan adrenalin dan bahan kimia “lawan atau lari” lainnya untuk mencoba mengelola suhu yang lebih tinggi, yang dapat dimengerti oleh tubuh sebagai ancaman.
“Jadi, semakin panas tubuh kita, kita kehilangan kemampuan kita untuk mengelola impuls yang terkait dengan ketidaknyamanan itu,” ucapnya.
“Kita menjadi lebih impulsif secara emosional karena kita fokus pada pengaturan tubuh kita,” ujar Joshua Klapow menambahkan.
Beberapa penelitian mendukung hal itu. Satu meta-analisis dan tinjauan penelitian tahun 2021, yang diterbitkan dalam jurnal Environment International, menemukan korelasi antara suhu rata-rata yang lebih tinggi dan hasil kesehatan mental yang buruk. Penelitian itu menunjukkan bahwa ada sedikit (2,2 persen) peningkatan kematian terkait kesehatan mental per setiap kenaikan suhu 1.8 derajat Fahrenheit.
Para penulis studi catatan makalah telah menemukan bahwa penerimaan rumah sakit yang berhubungan dengan kesehatan mental dan kunjungan gawat darurat untuk kondisi kesehatan mental seperti kecemasan, gangguan depresi, skizofrenia, dan lainnya meningkat akibat suhu tinggi.
“Tubuh kita bekerja untuk beradaptasi dengan iklim tempat kita berada,” ucap Joshua Klapow.
“Ketika lingkungan fisik kita berubah, yaitu suhu naik atau turun, tubuh kita bekerja untuk beradaptasi. Upaya itu menghilangkan kemampuan kita untuk mengatur secara emosional. Karena lingkungan kita berubah secara signifikan, melalui gelombang panas atau suhu beku, kita dilemparkan ke dalam keadaan harus beradaptasi,” tuturnya menambahkan, dikutip RuPol dari Style, Selasa, 25 April 2023.
Bisa Mengancam Nyawa
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa perolehan panas dalam tubuh manusia dapat disebabkan oleh kombinasi panas eksternal dari lingkungan, dan panas tubuh internal yang dihasilkan dari proses metabolisme.
Peningkatan cepat dalam perolehan panas karena paparan kondisi yang lebih panas dari rata-rata membahayakan kemampuan tubuh untuk mengatur suhu, dan dapat menyebabkan serangkaian penyakit, termasuk kram panas, kelelahan panas, sengatan panas, dan hipertermia.
“Kematian dan rawat inap akibat panas dapat terjadi sangat cepat (hari yang sama), atau memiliki efek tertinggal (beberapa hari kemudian) dan mengakibatkan percepatan kematian atau penyakit pada orang yang sudah lemah, terutama yang diamati pada hari-hari pertama gelombang panas,” kata WHO.
“Bahkan, perbedaan kecil dari suhu rata-rata musiman dikaitkan dengan peningkatan penyakit dan kematian. Suhu ekstrem juga dapat memperburuk kondisi kronis, termasuk penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan serebrovaskular dan kondisi terkait diabetes,” ujarnya menambahkan.
Panas juga memiliki efek kesehatan tidak langsung yang penting. Kondisi panas dapat mengubah perilaku manusia, penularan penyakit, pemberian layanan kesehatan, kualitas udara, serta infrastruktur sosial penting seperti energi, transportasi, dan air.
Skala dan sifat dampak kesehatan dari panas tergantung pada waktu, intensitas, dan durasi peristiwa suhu, tingkat aklimatisasi, serta kemampuan beradaptasi penduduk setempat, infrastruktur dan institusi terhadap iklim yang berlaku.
Ambang batas yang tepat di mana suhu mewakili kondisi berbahaya bervariasi menurut wilayah, faktor-faktor lain seperti kelembaban dan angin, tingkat aklimatisasi manusia lokal, dan kesiapan untuk kondisi panas.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)