Oleh: Efriza, Dosen Ilmu Politik di Berbagai Kampus dan Owner Penerbitan
RUANGPOLITIK.COM-Muhaimin Iskandar memiliki perawakan tenang, menghanyutkan, bahkan menentukan. Ia sering diibaratkan sebagai “kancil.” Langkah taktisnya terbilang cukup cerdas meski kerap kontroversi.
Hanya saja, impiannya menjadi Presiden meski tak surut tapi selalu tersapu angin. Ia sampai berpikir apakah ada yang salah dari namanya, berganti-ganti nama diupayakannya dari sekadar dipanggil Muhaimin Iskandar, menjelaskan nama panjangnya sebagai Abdul Muhaimin Iskandar, lalu Gus Muhaimin, Gus Ami, hingga Cak Imin.
Sejak 2005, Muhaimin mengambil kendali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari Gus Dur. Pemilu 2009 menandakan Muhaimin memegang penuh PKB hingga kini. Muhaimin menunjukkan sudah 17 Tahun ia berkuasa sebagai pemimpin PKB. Personalisasi PKB dengan Muhaimin pun bahkan terjadi menuju empat kali Pemilu, kepemimpinan Muhaimin di PKB merupakan yang kedua terlama setelah Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuangan.
Muhaimin Iskandari yang akrab disapa Cak Imin, bukan politisi biasa. Meski model PKB tak secara tegas menyatakan hak prerogatif pemilihan calon pemimpin berada di tangannya, tidak seperti PDI Perjuangan yang menyerahkan kepada Megawati selaku Ketua Umum. Tetapi percayalah, Muhaimin yang memegang kendali penuh terhadap PKB. Ketika terjungkalnya Gus Dur selaku Pamannya dalam perebutan kekuasaan akibat konflik dengan Muhamin, tentu saja masih meninggalkan api bara konflik. Nahdlatul Ulama (NU) dibawah kepemimpinan Gus Yahya turut memunculkan sikap agar NU lebih menyebar ke banyak partai tidak semata kepada PKB, sikap ini turut menjelaskan loyalis Gus Dur kembali membuka memori konflik, bara tak kunjung padam di tubuh PKB karena sepak terjang Muhaimin.
Mengatur Langkah Taktis di Pemilu
Pemilu 2014 dan 2019 merupakan fenomena bagi PKB. Partai yang berbasis NU, khususnya di Jawa Timur yang sempat terpuruk pada Pemilu 2009 hanya 4,94 persen akibat konflik Muhaimin dan Gus Dur. Pasca konsolidasi menandakan kekuatan PKB di bawah kendali Muhaimin, PKB meraih suara luar biasa tinggi dengan kenaikan sebesar 4,10 persen, menjadi 9,04 persen.
Keberhasilan PKB ini menurut Lili Romli dalam “Pemilu Era Reformasi dan Konfigurasi Peta Kekuatan Partai Politik,” menjelaskan ada empat hal yang mendasari: nir-konflik internal, dukungan penuh NU dari KH. Agil Siradj dan kyai-kyai, Faktor Rhoma Irama sebagai calon presiden PKB kala itu, dan keempat, pluralisme PKB dalam memajukan calon-calon legislatif. Di sisi lain, Muhaimin dengan PKB berhasil meyakinkan kyai dan NU untuk memberikan dukungan penuh kepada Calon Presiden Jokowi kala itu. Ini menunjukkan dua pulau Jawa, yakni Jawa Barat dan Jawa Timur berhasil diupayakan memperkuat basis dukungan suara bagi PKB.
Sedangkan Pemilu 2019, kesuksesan PKB tak lepas dari kemampuan Muhaimin menyodorkan Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden pendamping Jokowi. Nama Mahfud MD, pun berhasil dihilangkan di menit terakhir, lebih disebabkan oleh dasar basis suara NU yang menjadi perhitungannya. Ma’ruf Amin memang juga tak bisa dilepaskan dari PKB, dukungan penuh Muhaimin ini benar-benar membuat koalisi ini dapat terwujud dan terpilih.
Berita Terkait:
Ganjar Pranowo Teratas Pilihan Pemilih Kritis Presiden 2024
Survey IPO: Erick Thohir Menteri Berkinerja Baik
Usulkan Tunda Pemilu, Pengamat: Muhaimin Dalam Tekanan Jokowi
Usulan Pemilu 2024 Diundur, Pengamat Minta Cak Imin Jangan Blunder
Meski Blunder Tetap Menguntungkan
Meski saat ini Muhaimin kembali mendapatkan tantangan dengan kurang sejalannya NU di bawah kepemimpinan Gus Yahya. Tetapi Muhaimin menganggapnya malah keuntungnan baginya. Sikap Gus Yahya yang membuka kesempatan bagi partai-partai lain untuk mendekati warga Nahdiyin menunjukkan suara NU malah dijaga dengan serius oleh Gus Yahya. Sehingga Muhaimin menganggap tidak perlu memusingkan hal tersebut. Oleh sebab itu, safari Muhaimin semakin gencar dilakukannya untuk menaikkan elektabilitas PKB sekaligus dirinya.
Muhaimin banyak ditentang oleh loyalis Gus Dur. Tetapi Muhaimin tak pernah surut untuk tetap melakukan konsolidasi dan memperbesar konstituennya. Dua bulan dalam tahun 2022 ini, publik benar-benar hanya memperoleh pemberitaan tentang kiprah Muhaimin, sekaligus NU dan PKB. Partai-partai lain malah senyap menjadi konsumsi publik.
Muhaimin berhasil menarik massa tradisional sekaligus modern. Perdebatan terhadap berita-berita tentang dirinya selalu menjadi kehangatan yang tak sekadar di tunggu oleh publik. Kehebohan yang turut dihadirkan oleh Muhaimin juga menunjukkan bahwa dirinya pandai mengawal suara dan kebutuhan masyarakat Islam yang dominan di negeri ini. Lihat saja, tentang kesuksesannya mendorong UU Pesantren, ia juga turut di identikkan dengan sosok yang peduli terhadap keberpihakan kepada pondok pesantren. Muhaimin Iskandar pun berhasil pula memancing simpatik masyarakat dengan mencoba merebut suara Islam modern, dengan mewacanakan agar organisasi Muhammadiyah dan NU sebagai penerima hadiah nobel perdamaian 2022. Dalam derap tujuan memenuhi langkahnya meski pencitraan semata, setidaknya ia telah mendatangi kedutaan Norwegia untuk menjelaskan NU dan Muhammadiyah telah peduli dunia kemanusiaan seperti NU berkiprah terhadap perdamaian di Palestina, juga keterlibatan Muhammadiyah dalam perdamaian Filipinan-Moro, wajar jika memperoleh hadiah nobel perdamaian 2022.
Muhaimin juga telah mengeluarkan pernyataan yang dianggap sebagai blunder dalam menaikkan elektabilitas. Tetapi tidak sedikit akademisi yang mengapresiasi pendapat yang dikemukakan oleh Muhaimin. Dengan mengusulkan menunda Pemilu 2024, secara tidak langsung sekarang telunjuk di arahkan malah kepada Istana. Muhaimin secara tidak langsung berusaha menekan Presiden Jokowi agar komitmen untuk menyelenggarakan Pemilu 2024 mendatang, meski di sisi lain ada asumsi Muhaimin ditekan oleh Istana agar menggulirkan upaya penundaan Pemilu 2024.
Penundaan Pemilu 2024 dapat dimaknai sebagai upaya pendukung Jokowi melakukan langkah-langkah “membodohi rakyat dengan popularitas pemerintahan”. Terkesan, pemerintah didukung penuh oleh rakyat untuk melakukan tindakan inkonstitusional sekalipun. Komunikasi politik yang dilakukan oleh Muhaimin turut mengusik Istana agar bersifat konsisten utamanya Presiden Jokowi. Blunder sekaligus langkah cerdas, memancing Istana menjadi semakin sibuk memperhatikannya, sekaligus mempelajari sikap masyarakat ke depan atas pesan politik yang disampaikan oleh Muhaimin. Begitu juga partai-partai lain dan organisasi masyarakat lainnya. Sedangkan Muhaimin Iskandar, masih tetap asyik bersafari.(AFI)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)