RUANGPOLITIK.COM — Kecurangan dalam penyelenggaraan proses Pemilu tak dipungkiri kerap terjadi. Mulai dari proses pencoblosan, penghitungan kertas suara hingga hasil akhir penetapan dari KPU ditenggarai penuh dengan manipulasi. Sehingga ini sangat merugikan bagi politisi yang harusnya menang namun akhirnya suara tersebut dicuri atau dialihkan.
Untuk itu, eks politisi Gerindra Arief Poyuono mengungkapkan sudah seharusnya KPU membuka transparansi Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Sehingga tak dielakkan KPU tak bisa lepas dari intervensi atau elit yang akan melakukan kecurangan untuk memenangkan suatu kandidat.
“Saatnya proses pemilu dihentikan sampai terbentuk KPU yang independen dan kredibel,” ujar Arief Poyuono, Jumat (9/12).
Sehingga intervensi ini akan membuat KPU sulit untuk menjadi netral. Bagi Arief ini sangat berbahaya dalam proses demokrasi.
“Siapa yang menekan KPU? Pada tahap yang paling awal ialah kehadiran Partai Prima memang mengancam suara pemilih partai-partai besar yang mengeklaim nasionalisme, gagal membuktikan komitmennya,” lanjut dia.
“Bagaimana rakyat bisa percaya pada lembaga penyelenggara pemilu kalau sejak awal sudah ketakutan dan tidak jujur. KPU sudah tidak kredibel dan tidak independen dalam proses pemilu berikutnya,” tegas dia.
Kalau proses itu dilanjutkan, ujar Arief, maka semua partai pasti jadi sasaran kecurangan KPU dan rakyat yang akan dirugikan.
Pasalnya, hasil perhitungan suara KPU tidak legitimate dan kehilangan kepercayaan rakyat.
“Sehingga legislatif dan eksekutif yang terpilih menjadi sangat lemah. Stabilitas terancam, investor kabur. Keamanan NKRI terganggu dan perpecahan bisa menjurus disintegrasi,” paparnya.
Dia juga mengaku pernah mendengar soal para komisioner KPU sebenarnya sudah sepakat menjalankan putusan Bawaslu RI untuk meloloskan Partai Prima.
Editor: Ivo Yasmiati
(Rupol)