Dalam upaya membangun ekonomi kerakyatan, Presiden RI telah memberikan arahan untuk melakukan pengembangan UMKM Naik Kelas dan Modernisasi Koperasi.
RUANGPOLITIK.COM —Semakin menggeliatnya pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19, tak terlepas dari kebijakan pemerintah untuk memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan.
Imbasnya Hingga Kini, kontribusi tiga sektor itu terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) terus memberikan sumbangsih yang cukup besar.
“Kenapa saya sampaikan ini, karena saya harap dengan menggeliatnya 3 sektor tersebut yang berpengaruh pada NTP (Nilai Tukar Petani) harus senantiasa dipertahankan bahkan ditingkatkan, untuk itu saya melihat peran HKTI dalam hal ini sangat besar,” ungkap Rudiat Wiriadharma Sekjen HolistikPro kepada RuPol saat berdiskusi santai di Kantor Pusat HKTI, Jakarta Kamis (6/7/2023).
Dalam upaya membangun ekonomi kerakyatan, Presiden RI telah memberikan arahan untuk melakukan pengembangan UMKM Naik Kelas dan Modernisasi Koperasi. Peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5%, dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
“Ini critical engine untuk perekonomian kita supaya maju. Jadi kita bertopang sangat besar kepada UMKM kita. Selama pandemi, kita melihat banyak UMKM terpuruk, tapi begitu kita melihat saat ini sebanyak 84,8% UMKM yang tadinya terpuruk sudah kembali beroperasi normal. Kebijakan Pemerintah selama pandemi terbukti cukup efektif dalam mewujudkan hal itu,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum HolistikPro P. Indrawan Handoko memaparkan bahwa kondisi UMKM lokal sempat menurun pada dua tahun pertama pandemi Covid-19 yakni di tahun 2020-2021.
Berdasarkan survei dari UNDP dan LPEM UI yang melibatkan 1.180 responden para pelaku UMKM diperoleh hasil bahwa pada masa itu lebih dari 48% UMKM mengalami masalah bahan baku, 77% pendapatannya menurun, 88% UMKM mengalami penurunan permintaan produk, dan bahkan 97% UMKM mengalami penurunan nilai aset.
Kebijakan strategis yang diterapkan Pemerintah di antaranya yaitu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), implementasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, maupun program Bangga Buatan Indonesia (BBI).
Program PEN sendiri mencakup program Dukungan UMKM, di antaranya di bidang pembiayaan KUR pada masa pandemi, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), Subsidi Bunga/Margin Non-KUR, Penempatan Dana/Penempatan Uang Negara, Penjaminan Kredit UMKM, Pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM Ditanggung Pemerintah, serta Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan (BTPKLWN).
“Kalau dilihat dari segi historical-nya, bansos kepada UMKM selama masa pandemi ini jelas membantu mereka untuk dapat membayar cicilan kreditnya lagi ke perbankan,” papar Ketua Umum HolistikPro P. Indrawan Handoko.

Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada 2020 terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank.
Hambatan pembiayaan yang dialami UMKM menjadi landasan bagi Pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan lainnya, antara lain melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), Mekaar PNM, Bank Wakaf Mikro, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Skema pembiayaan ini dapat diakses UMKM sesuai kelasnya seiring dengan berkembangnya tingkat bisnis UMKM. Sejak 19 Januari 2022, skema KUR terdiri dari KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR PMI. Khusus untuk KUR Super Mikro dan KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan.
Perkembangan Kredit UMKM sendiri terus meningkat dan NPL terus terjaga stabil. Kredit UMKM terus meningkat hingga mencapai Rp1.275,03 triliun atau tumbuh 16,75% (yoy). NPL tetap terjaga pada kisaran 4%, di mana posisi terakhir pada April 2022 NPL tercatat mencapai 4,38%, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang berada di 4,41%.
Namun, kenaikan tersebut dinilai masih jauh dibandingkan beberapa negara lain seperti Singapura (41%), Thailand (41%), dan Tiongkok (60%). Jadi, target kontribusi ekspor UMKM diharapkan meningkat menjadi 17% di 2024.
Jumlah kontribusi ekspor UMKM naik dari 14,37% pada 2020 menjadi 15,69% pada 2021. Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing UKM yakni dengan memanfaatkan peluang integrasinya ke dalam pasar global melalui Global Value Chain (GVC) maupun Global E-Commerce (GEC). Integrasi UKM ke dalam GVC dapat dilakukan dalam bentuk ekspor tidak langsung melalui agregator domestik maupun perusahaan afiliasi asing.
Tantangan UMKM

Pengurus Pusat HKTI Pimpinan Jenderal TNI Purn Moeldoko/HKTI
Advisor, Tenaga Ahli, Socioprenuer, Pengurus Pusat DPP HKTI sekaligus Pegiat UMKM,Pauline Dhini Ariza juga mengungkapkan, tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders terkait antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal.
“Seperti kondisi saat ini, disaat harga komoditi naik, ada permasalahan harga pupuk kimia yang semakin mahal diakibatkan suplai bahan pokok pembuatan pupuk masih impor. Di sini peran HKTI dapat memberikan masukan kepada para petani untuk mulai beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik,” jelasnya.
Pauline menuturkan, Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar penguatan ekonomi secara nasional, terutama dalam memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat. Peran strategis UMKM adalah mendorong proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, serta mewujudkan stabilitas nasional.
“Meskipun UMKM telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha,” tukasnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam menghadapi Era Disruptif perlu dilakukan sebuah upaya sinergis yang melibatkan berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM. Dengan semakin baiknya kualitas UMKM, maka diharapkan akan semakin baik pula efek ganda (multiplier effects) terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dengan demikian, UMKM benar-benar mampu memberikan kontribusi signifikan, tidak saja untuk pertumbuhan namun juga pemerataan ekonomi nasional.

Oleh karenanya, dalam musyawarah ini diharapkan baik pihak inkubator, akselerator maupun pihak swasta dapat selaras dengan program kebijakan pemerintah, serta dapat menyusun program yang berperan strategis dan tepat sasaran.
“Jangan alergi terhadap perubahan, untuk membuat hal yang lebih baik,” pungkasnya menutup diskusi hari ini, Kamis (6/7/2023) di kantor HKTI Menteng, Jakarta. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)