RUANGPOLITIK.COM –Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam menilai politik PPP akan tergerus imbas pernyataan Suharso Monoarfa terkait ‘Amplop Kiyai’.
“Jika polemik “amplop Kiai” Suharso ini berkepanjangan, hal ini berpotensi menggerus akar politik PPP,” katanya kepada RuPol, Selasa (23/8/2022).
Umam mengatakan PPP merupakan partai Islam yang simpul kekuatan politiknya di daerah bertumpu pada jaringan pesantren lokal.
Narasi “amplop Kiai” menurutnya berpotensi melekat pada individu Suharso, dan memunculkan resistensi di kalangan Kiai dan jaringan santri yang menjadi salah satu basis pemilih loyal PPP.
Statemen Suharso tentang “amplop Kiyai” ini mengandung risiko politik besar bagi kekuatan politik PPP menuju 2024 mendatang.
Berita Terkait:
Forum Santri Nusantara Yogyakarta Laporkan Ketum PPP, Terkait ‘Amplop Kiai’
PPP: Kami Tak Sepakat Usulan Penonaktifan Listyo Sigit sebagai Kapolri
Sebut ‘Amplop Kiai’, Kader PPP Layangkan Somasi ke Suharso Monoarfa
Tiga Majelis PPP Desak Suharso Mundur dari Ketum PPP
Bantuan maupun sumbangan sejumlah pihak kepada Kiyai umumnya di-tasarufkan kepada kemaslahatan umat.
Kalaupun ada fenomena “Kiyai Amplop” seperti yang disampaikan Suharso, umumnya masyarakat santri yang memiliki literasi politik yang memadai, secara otomatis akan mengoreksi.
Sebelumnya, pada pembekalan antikorupsi kepada para pengurus PPP, Suharso Monoarfa mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan.
Pada awal sambutannya, Suharso menceritakan pengalaman pribadinya saat berkunjung ke pondok pesantren besar, guna meminta doa dari beberapa kiai yang menurutnya juga kiai besar.
“Waktu saya Plt. Ini demi Allah dan RasulNya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain kemudian saya jalan. Tak lama kemudian saya dapat pesan di whatapps, Pak Plt, tadi ninggalin apa gak untuk kiai?,” cerita Suharso.
Namun Suharso merasa tidak meninggalkan sesuatu di sana. Setelah dijelaskan ternyata Suharso baru mengetahui bahwa harus ada pemberian untuk kiai dan pesantren.
“Kayak gak ngerti aja Pak Harso ini, gitu Pak Guru. I’ve provited one, every week. Dan setiap ketemu Pak, ndak bisa Pak. Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya tu, nggak ada amplopnya Pak, itu pulangnya itu, sesuatu yang hambar,” lanjutnya.(FSL)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)