RUANGPOLITIK.COM – Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai, usulan penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin hanya mengiring Jokowi melanggar konstitusi.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengusulkan agar Pemilu 2024, diundur satu hingga dua tahun.
Atas usulannya itu, Cak Imin akan mengkomunikasikan mengenai usulan penundaan Pemilu tersebut kepada Presiden Joko Widodo, hingga pimpinan partai politik.
Usulan penundaan Pemilu 2024 dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dinilai aneh. Pasalnya, usulan itu bertentangan dengan konstitusi yang mengatur soal pembatasan masa jabatan Presiden.
Berita Terkait:
Usulkan Tunda Pemilu, Pengamat: Muhaimin Dalam Tekanan Jokowi
Kepuasaan Terhadap Jokowi Naik, Masa Jabatan Presiden Diperpanjang?
Cak Imin Minta Pemilu 2024 Diundur, Begini Alasannya…
Usulan Pemilu 2024 Diundur, Pengamat Minta Cak Imin Jangan Blunder
“Wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi 1 sampai 2 tahun yang disampaikan Muhaimin Iskandar adalah lagu lama yang bernada sumbang,” ujar Kamhar kepada awak media, Kamis (24/2/2022).
Kamhar mengungkapkan, Cak Imin seperti sedang mencoba untuk menjerumuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melanggar konstitusi atas usulannya tersebut.
“Pernyataan (Cak Imin) ini inkonstitusional yang berpotensi menjerumuskan Presiden Jokowi melanggar konstitusi,” tegasnya.
Selain itu, kata Kamhar, dalam berbagai kesempatan Presiden Jokowi sudah menegaskan bahwa ia tidak ingin memperpanjang masa jabatan maupun periodesasi jabatan Presiden yang telah diatur secara tegas dalam konstitusi.
Atas dasar itu, Kamhar menyarankan Cak Imin untuk menahan diri dan tidak membuat pernyataan yang menuai kontroversi di ruang publik. Apalagi, pernyataannya tersebut bertentangan dengan konstitusi.
“Pilihlah cara-cara yang elegan untuk mengamankan kekuasaan,” tandas Politikus Partai Demokrat ini.
Lagipula, argumen yang dibangun oleh Cak Imin pun terkesan dipaksakan dan cenderung mengada-ada. Menempatkan ekonomi dan demokrasi secara trade-off, justru berbahaya.
“Ini berbahaya, ciri watak otoritarianisme,” pungkasnya.(AP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)