RUANGPOLITIK.COM – Memasuki waktu libur panjang, banyak masyarakat yang melakukan bepergian, apakah sengaja berlibur, mencari sekolah bagi anak ataupun bagi yang memiliki agenda pekerjaan di luar daerah.
Bagi orang yang berpergian itu, disebut namanya musafir (orang yang melakukan safar), dan memiliki banyak kemudahan yang dalam hal sholat, yakni men jamak (menggabungkan 2 sholat) dan qashar (memendekkan rakaat sholat), semua itu seperti yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam.
Berikut hukum dan caranya:
Perlu dibedakan antara jamak dengan qashar. Mengingat banyak orang yang menganggap bahwa jamak identik dengan qashar, padahal hakikatnya adalah dua hal yang berbeda.
Pertama: Hukum qashar
Hukum qashar terkait dengan safar (melakukan perjalanan), atau dengan kata lain: qashar identik dengan safar. Artinya, ketika orang ber-safar maka disyariatkan untuk meng-qashar shalatnya. Hanya saja, ulama berbeda pendapat tentang hukum qashar ketika safar. Ada yang mengatakan wajib, ada yang mengatakan bahwa hukum qashar adalah sunnah muakkad, dan ada juga yang berpendapat bahwa hukum qashar adalah mubah.
Intinya, semua sepakat bahwa orang yang boleh meng-qashar shalat adalah musafir. Dalil akan hal ini adalah:
a. Dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, “Saya sering menyertai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan, dan beliau melaksanakan shalat tidak lebih dari dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Ibnu Abbas mengatakan, “Sesungguhnya, Allah mewajibkan shalat melalui lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; untuk musafir: 2 rakaat, untuk mukim: 4 rakaat, dan shalat khauf (ketika perang) dengan 1 rakaat.” (HR. Muslim).
Adapun rincian hukum qashar, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Hanya untuk shalat yang jumlahnya 4 rakaat, yaitu: Zuhur, Asar, dan Isya.
b. Jika musafir bermakmum pada orang yang mukim, maka dia mengikuti imam sampai selesai dan tidak boleh qashar.
c. Tidak perlu melaksanakan shalat ba’diyah.
Baca juga:
Awas Hadits Palsu! Tuntutlah Ilmu Walaupun ke Negeri China
Kedua: Hukum jamak
Hukum asal pelaksanaan shalat adalah dikerjakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Namun, jika ada sebab tertentu, sehingga seseorang harus menjamak shalatnya maka hal itu diperbolehkan. Batasannya adalah: selama ada sebab yang mengakibat seseorang kesulitan untuk melaksanakan shalat sesuai waktunya maka dia diperbolehkan untuk menjamak shalatnya.
Di antara penyebab bolehnya men-jamak shalat adalah safar. Dengan demikian, orang yang safar, diperbolehkan untuk melaksanakan shalat dengan jamak-qashar.
Di antara aturan jamak adalah:
a. Hanya boleh untuk pasangan: Zuhur-Asar atau Maghrib-Isya.
b. Khusus untuk orang yang hendak safar:
– Jika berangkat safar sebelum shalat yang pertama, maka sebaiknya menjamak shalat di akhir waktu (jamak ta’khir). Misalnya: Jika berangkat sebelum Zuhur, maka shalat Zuhur dan Asar di-jamak di waktu Asar.
– Jika berangkatnya sesudah shalat pertama maka sebaiknya men-jamak shalat di awal waktu. Misalnya: Jika berangkat setelah Zuhur, maka shalat Asarnya dilakukan di waktu Zuhur.
Allahu a’lam.
Sumber: konsultasisyariah.com
Editor: Asiyah Lestari
(RuPol)