RUANGPOLITIK.COM – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menerangkan ratifikasi perjanjian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) antara Indonesia-Singapura melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Sebaliknya, ratifikasi perjanjian Defense Coperation Agreement (DCA) dan ekstradisi akan diproses melalui DPR RI dalam bentuk undang-undang (UU). Menurutnya dikarenakan wilayah hukum dan batas negara maka lembaga legislatif berperan aktif untuk menuntaskannya.
Baca Juga:
Menkumham Yasonna Tegaskan Koruptor Tak Bisa Lagi Sembunyi di Singapura
Mahfud MD: Perlu Dibuat Lembaga Peradilan Khusus Pemilu
Perludem Kritik Komisi II DPR, Proses Pemilihan Anggota KPU-Bawaslu Tertutup
Divonis 3,5 Tahun, Azis Syamsuddin Pikir-Pikir untuk Banding
“Menurut hukum kita, tak semua perjanjian harus diratifikasi dengan UU. Ada yang cukup dengan Perpres, Permen, atau MoU biasa. Yang harus diratifikasi dengan UU, antara lain, perjanjian yang terkait dengan pertahanan dan hukum,” kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Rabu (16/2/2022).
Mahfud menegaskan ratifikasi perjanjian antara Indonesia-Singapura berdampak menguntungkan kedua negara terutama dalam penegakan hukum. Pasalnya, selama ini banyak pelanggaran hukum yang melarikan diri ke Singapura.
Perjanjian ekstradisi menjadi pangkal sebab masalah ini semakin berlarut-larut. Ini merupakan kemajuan yang signifikan dalam menyelesaikan persoalan hukum selama ini.
Selain itu, Singapura ditenggarai juga sebagai surga bagi koruptor kelas kakap menyimpan asetnya di Singapura. Banyak persoalan terbentur dengan masalah ini maka dengan adanya ratifikasi ini Indonesia diuntungkan.
“Nanti kita bisa tindaklanjuti untuk keuntungan Indonesia dalam penegakan hukum,” tegas Mahfud.
Mahfud menyadari ratifikasi perjanjian antara Singapura-Indonesia pembahasan tersebut memakan waktu yang cukup lama. Namun, kini dirinya bersyukur pemerintah berhasil mewujudkannya.
“Pemerintah tentu bersyukur perjanjian ini telah bisa diselesaikan pada awal tahun ini, karena ini masalah yang sudah lama,” katanya.
Pria asal Bangkalan, Madura ini tak menampik silang pendapat sempat mewarnai keputusan ini. “Terjadi perdebatan, terjadi tolak tarik. Apakah ini perlu, apakah ini satu paket atau tidak. Sekarang sudah dipahami semua,” ungkapnya.
Mahfud bernafas lega, ratifikasi membawa perbaikan penegakan hukum kedua negara. Apapun kejahatan terkait warganegara Indonesia di Singapura dan sebaliknya, dapat diproses karena payung hukumnya kini sudah tersedia.
“Kejahatan terhadap Indonesia yang ada di Singapura, jadi bisa diserahkan ke Indonesia untuk bisa diadili atau dihukum, kemudian Indonesia juga bisa mengembalikan orang-orang Singapura yang melakukan kejahatan untuk bisa dihukum dan diadili di Singapura,” terangnya. (Tyo)
Editor: Setiono
(Rupol)