RUANGPOLITIK.COM –Eks Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2023 Agung Suprio menuturkan, pembentukan TNI Angkatan Siber diperlukan, meski berpotensi menambah anggaran. Biaya pembentukan matra bakal mencakup infrastruktur, perekrutan, pelatihan, dan operasional yang tidak sedikit. Menurutnya, pembentukan TNI Angkatan Siber merupakan usulan yang wajar, mengingat potensi ancaman siber semakin masif.
“Di era digital saat ini, ancaman siber terhadap sistem pertahanan semakin nyata, sehingga ada kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan siber. Termasuk kemampuan untuk melakukan operasi siber ofensif dalam konteks pertahanan,” tukas Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2023 Agung Suprio saat berbincang santai dengan RuPol, Jumat (6/9/2024)
Agung mengulas, perihal ancaman siber terhadap sistem pertahanan bisa diselisik melalui konsep fifth-generation warfare (5 GW) atau peperangan generasi kelima, yang merupakan bentuk peperangan yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya karena sifatnya lebih abstrak. Selain itu, 5 GW juga cenderung berfokus pada domain non-fisik, seperti dunia maya, psikologis, dan informasi.
“Dalam konteks 5 GW, serangan siber dapat digunakan untuk menyerang infrastruktur vital militer, sistem komunikasi, jaringan komando dan kontrol, serta berbagai sistem senjata yang bergantung pada teknologi digital,” terang Agung.
Berkaca dari potensi ancaman 5 GW, imbuh Agung, pembentukan TNI Angkatan Siber menjadi penting. Akan tetapi, menurut Khairul, hal itu harus dipersiapkan secara jangka panjang, dengan perencanaan yang matang.
“Ya alasannya, membentuk matra memerlukan investasi jangka panjang untuk membangun infrastruktur siber yang aman dan modern, berupa pusat operasi siber, fasilitas pelatihan, dan jaringan komunikasi yang aman. Pembangunan infrastruktur ini, disebut Khairul, memakan waktu paling tidak 10 tahun,”paparnya.
Agung menjelaskan, pembentukan matra siber pun membutuhkan personel dengan keahlian yang tinggi di bidang teknologi informasi, kriptografi, intelijen, dan pengembangan perangkat lunak. Proses rekrutmen personel yang profesional dan kompeten juga tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
“Paling tidak bisa memakan waktu tiga hingga lima tahun, bahkan lebih,” imbuhnya.
Maka dari itu, lanjut gung, jika dihitung semua persyaratannya, proses untuk mempersiapkan pembentukan matra siber yang siap operasionalnya, dapat memakan waktu sekitar 15 hingga 20 tahun. Proses itu bisa lebih cepat, jika ada komitmen kuat dari pemerintah, anggaran yang memadai, dan kerangka kebijakan yang jelas.
“Karena itu menurut saya lebih realistis untuk memulainya dengan memperkuat satuan atau lembaga siber yang sudah ada dalam organisasi TNI, sambil membangun fondasi untuk pengembangan lebih lanjut menuju pembentukan matra siber di masa depan,” tandasnya.(*)