“Prosesnya rumit, karena kita menerapkan sistem presidensial pasca amandemen semakin dikuatkan pakem sistem presidensial itu. Apalagi juga dengan hadirnya dua lembaga baru yakni DPD dan MK,” jelas Efriza kepada RuangPolitik.com, Kamis (2/11/2023).
RUANGPOLITIK.COM – Pemakzulan dua hari ini masih jadi perbincangan hangat di elit politik. Hal ini kemudian memancing para pengamat politik untuk mengomentari hal tersebut.
Salah satunya Efriza pengamat politik Citra Institute yang mengatakan, bila proses pemakzulan saat ini tidak bisa cepat seperti sebelum era reformasi. Dia mengatakan, apalagi dengan fakta kejatuhan Presiden Soekarno kemudian Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Efriza menjelaskan, pemakzulan masa kini itu melalui proses yang rumit.
“Prosesnya rumit, karena kita menerapkan sistem presidensial pasca amandemen semakin dikuatkan pakem sistem presidensial itu. Apalagi juga dengan hadirnya dua lembaga baru yakni DPD dan MK,” jelas Efriza kepada RuangPolitik.com, Kamis (2/11/2023).
Dia mengatakan, semua langkahnya tentu dilakukan olej DPR, kemudian dari proses politik DPR diajukan untuk menjadi penilaian berupa proses hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Efriza melanjutkan, hal itu kemudian dikembalikan ke MPR jika memang dianggap ada pelanggaran.
“Nanti dikembalikan ke MPR jika dianggap ada pelanggaran. Misalnya pelanggarann hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, baru kemudian DPR meneruskan pemberhentian kepada MPR,” kata Efriza.
“Untuk melakukan proses pengambilan keputusan dengan syarat yang ketar keputusan MPR harus diambil dalam rapat paripurna MPR sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir,” tambahnya.
Dia meyebutkan, artinya proses ini melibatkan unsur dari anggota MRP yakni DPR dan DPD. Efriza menambahkan, diyakini untuk Hak Angket memungkinkan dimajukan oleh DPR di Senayan. Hanya saja DPR, tidak akan bersikap sampai ke pemakzulan.
Sebab dikatakan Efriza, tujuan dari DPR utamanya PDIP adalah membalas sakit hati semata terhadap perilaku Jokowi dan keluarga yang tidak satu rampak barisan. Hanya saja, dibalik usulan Hak Angket yang dilakukan PDIP, bertujuan merebut ceruk pemilih loyal Jokowi agar beralih kepada Ganjar-Mahfud semata, juga merebut suara pendukung Prabowo dan Gerindra yang sama-sama dari Nasionalis.
“PDIP diyakini juga sadar jika Jokowi dimakzulkan maka yang dilengserkan adalah Presiden dari partai PDIP, ini tentu juga mencoreng muka sendiri jika sampai memikirkan langkah pemakzulan, kecuali sekadar drama pemakzulan,” ujarnya.
Efriza juga mengatakan ada sisi lain, yakni PDIP juga saat ini sedang bertaruh, bahwa dinamika konflik PDIP dan Jokowi. Di mana mereka siap konsekuensi jika akhirnya masyarakat jengah dan akhirnya terjadi peralihan suara kepada kubu AMIN.
“Diyakini pula partai-partai lain juga enggan, utamanya PDIP, jika Presiden dimakzulkan. Karena sama saja akan terjadinya penundaan pemilu, sebab fokus negara kepada pengisian jabatan presiden,” kata Efriza.
Lagi pula, anggota DPR umumnya nyaleg kembali, mereka sudah keluar modal, kemudian harus diundur pemilu karena dinamika konflik negara, tentu merugikan mereka. Oleh sebab itu diyakini ini hanya sampai pada hak angket dengan pengungkapan nama-nama calon yang berperilaku buruk dalam kasus di MK tersebut, layaknya drama Kasus Century.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)