RUANGPOLITIK.COM — Pengusaha tol Jusuf Hamka mengatakan tidak mau jika pemerintah membayar utang kepada perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) hanya sebesar Rp 179 miliar. Yusuf Hamka mengatakan nominal itu sudah tak berlaku lagi karena 8 tahun pemerintah tak menepati janjinya.
“Kalau Rp 179 miliar saya nggak mau terima, itu kan perjanjian waktu 2015 saat saya mau diskon. Kalau sekarang saya nggak mau,” katanya, Kamis (8/6/2023).
Seperti diketahui angka Rp 179 miliar merupakan perjanjian antara Kementerian Keuangan dengan CMNP setelah ada negosiasi bunga utang tersebut. Namun, menurut Jusuf Hamka perjanjian itu sudah tak berlaku lagi karena 8 tahun pemerintah tak menepati janjinya.
“Itu kesepakatan sudah basilah. PHP doang buat saya. Kalau mereka bilang hati-hati uang rakyat, saya memang bukan rakyat? Saya kan rakyat juga,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Babah Alun itu menuntut pemerintah agar membayar sesuai dengan putusan Mahkamah Agung pada 2012 silam. Di mana saat itu putusannya pemerintah juga harus membayar bunga berjalan atas utang tersebut.
Saat itu bunga yang harus dibayarkan pemerintah sebesar 2% per bulan dan bunga itu berlaku dalam hitungan dari 1998. Jadi dari hitung-hitungannya utang pemerintah ke CMNP menjadi Rp 1,25 triliun bukan lagi Rp 800 miliar.
“Putusan Mahkamah Agung dendanya 2% per bulan coba dihitung dari 98 sampai sekarang 25 tahun. Kalau 2%, 25 tahun dikali 12 adalah 300 bulan, 300 bulan dikali satu bulan 2% berarti bunga yang harus dibayar 600% ditambah dengan pokoknya Rp 179 miliar ya jadi Rp 1,25 triliun,” tuturnya.
Ia mengungkap sudah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2012 lalu. “Saya sudah bertemu langsung ngomong secara lisan waktu 2021 dua tahun lalu,” tutupnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengungkap, utang pemerintah kepada perusahaan Jusuf Hamka PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), sebesar Rp 179,4 miliar. Hal ini beda dari yang diungkapkan Jusuf Hamka hingga sebesar Rp 800 miliar.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menerangkan angka itu merupakan putusan Mahkamah Agung pada 2015.
“Kalau mengikuti Putusan MA: Rp. 78.919.666.781,00 (pokok deposito Rp. 78.843.577.534,20 + giro Rp. 76.089.246,80) + Rp. 100.543.655.478,82 (bunga/denda sebesar 32,5% dari total bunga/denda yg dihitung hingga cut off date Juli 2015 sebesar Rp. 309.365.093.781,00) menjadi total: Rp. 179.463.322.259,82,” katanya kepada detikcom, Kamis (8/6/2023).
Saat ini proses atas pembayaran itu masih berlangsung di Biro Advokasi Kemenkeu. Prastowo menambahkan, mengingat putusan tersebut mengakibatkan beban pengeluaran keuangan Negara, maka pelaksanaannya harus memenuhi mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian.
“Untuk itu, perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian baik dari sisi kemampuan keuangan negara dalam rangka menjaga kepentingan publik yang perlu dibiayai negara maupun penelitian untuk memastikan pengeluaran beban anggaran telah memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan Negara,” kata Prastowo. (Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)