Gerhana Matahari Hibrid sendiri adalah fenomena alam di mana kedudukan Matahari, Bulan, dan Bumi berada tepat satu garis atau sejajar sehingga piringan Bulan yang teramati dari Bumi akan lebih kecil daripada piringan Matahari atau bisa juga piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan Matahari sehingga langit terlihat gelap gulita
RUANGPOLITIK.COM —Gerhana Matahari Hibrid dikabarkan akan terjadi pada 20 April, tepatnya berdekatan dengan momen Hari Raya Idul Fitri 1444 H atau Lebaran 2023.
Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang mengatakan, terdapat dua tipe gerhana yang akan terligat pada tanggal tersebut, yakni Gerhana Matahari Total dan satunya lagi Gerhana Matahari Cincin.
“Hal ini dikarenakan jarak Bumi-Bulan yang berubah-ubah saat bayangan Bulan jatuh ke permukaan Bumi, sehingga ada wilayah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan wilayah lainnya mengalami Gerhana Matahari Cincin,” kata Andi.
Gerhana Matahari Hibrid sendiri adalah fenomena alam di mana kedudukan Matahari, Bulan, dan Bumi berada tepat satu garis atau sejajar sehingga piringan Bulan yang teramati dari Bumi akan lebih kecil daripada piringan Matahari atau bisa juga piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan Matahari sehingga langit terlihat gelap gulita.
Gerhana Matahari Hibrid ini merupakan salah satu gerhana yang langka karena hanya terjadi 669 kali dalam 5.000 tahun atau rata-rata terjadi sekali dalam 8,8 tahun.
“Kadang dalam satu abad gerhana hibrid hanya terjadi sekali, atau bahkan tidak terjadi sama sekali.” katanya.
Andi juga membeberkan, Gerhana Matahari Hibrid terakhir terlihat di Indonesia pada 216 tahun silam tepatnya pada tanggal 6 Juni 1807. Sementara untuk menyaksikan fenomena itu lagi, diperkirakan akan muncul pada 25 November 2049 mendatang.
“Setelah melintasi langit Indonesia per April 2023, Gerhana Matahari Hibrid akan bisa diamati lagi pada 2049 mendatang,” kata dia.
Jadwal Puncak Gerhana Matahari Hibrid
Aceh: tidak terjadi gerhana
Ambon: pukul 13.34 WIT
Bandarlampung: pukul 10.43 WIB
Bandung: pukul 10.45 WIB
Banjarbaru: pukul 12.06 WITA
Bengkulu: pukul 10.41 WIB
Denpasar: pukul 11.56 WIB
Gorontalo: pukul 12.32 WITA
Jakarta: pukul 10.45 WIB
Jambi: pukul 10.48 WIB
Jayapura: pukul 14.04 WIT
Kendari: pukul 12.21 WITA
Kupang: pukul 12.10 WIB
Makassar: pukul 12.12 WITA
Mamuju: pukul 12.16 WITA
Manado: pukul 12.37 WITA
Manokwari: pukul 13.53 WIT
Mataram: pukul 11.58 WIB
Medan: pukul 10.50 WIB
Merauke: pukul 13.53 WIT
Nabire: pukul 13.51 WIT
Padang: pukul 10.44 WIB
Palangkaraya: pukul 11.07 WIB
Palembang: pukul 10.48 WIB
Palu: pukul 12.22 WITA
Pangkalpinang: pukul 10.52 WIB
Pekanbaru: pukul 10.49 WIB
Pontianak: pukul 11.03 WIB
Samarinda: pukul 12.17 WITA
Semarang: pukul 10.50 WIB
Serang: pukul 10.44 WIB
Sofifi: pukul 13.42 WIT
Sorong: pukul 13.47 WIT
Surabaya: pukul 10.54 WIB
Tanjungpinang: pukul 10.55 WIB
Tanjungselor: pukul 12.25 WITA
Wamena: pukul 13.58 WIT
Yogyakarta: pukul 10.48 WIB
Bahaya Diamati Langsung
Mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB, Premana W. Premadi mengimbau agar masyarakat tidak menyaksikan langsung Gerhana Matahari Hibrid dengan mata telanjang.
Dia juga menuturkan alat optik seperti lensa binokuler atau teleskop juga tidak cukup untuk melindungi mata dari Gerhana Matahari.
Premana menyarankan agar Gerhana Matahari diamati menggunakan alat berfilter khusus (solar filter) karena jika tidak, dapat menimbulkan gangguan mata yang cukup serius bahkan sampai menyebabkan kebutaan.
“Pengamatan tanpa filter matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan,” katanya.
Menatap kuatnya cahaya matahari meski hanya beberapa detik dapat menyebabkan kerusakan permanen pada retina (bagian mata yang bertanggung jawab langsung untuk penglihatan). Mengekspos mata ke Matahari tanpa pelindung mata yang tepat selama gerhana dapat menyebabkan luka bakar pada retina (solar retinopathy).
Retina tidak memiliki kepekaan terhadap rasa sakit, dan karena efek kerusakan retina mungkin tidak muncul selama berjam-jam, tidak ada peringatan bahwa telah terjadi cedera pada mata Anda.
Kerusakan bisa bersifat sementara atau permanen dan dapat menyebabkan gejala seperti kehilangan penglihatan, penglihatan terdistorsi atau penglihatan warna yang berubah.
Jumlah waktu melihat matahari yang akan menyebabkan kerusakan mata bervariasi antara individu, tetapi dalam semua kasus hanya dalam hitungan detik.
Jangan pernah melihat matahari secara langsung menggunakan alat bantu optik seperti teleskop, teropong, atau kamera meskipun Anda memakai kacamata gerhana.
Tanpa filter surya spesialis yang dipasang dengan benar, melihat matahari melalui perangkat optik semacam itu akan mengakibatkan kerusakan mata secara langsung dan parah.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)