Bagi pelaku yang melakukan penyiksaan seksual dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta, sesuai aturan Pasal 11 UU TPKS. Menurut Pasal 14 UU TPKS, pelaku kekerasan seksual berbasis elektronik dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
RUANGPOLITIK.COM —Pelecehan atau kejahatan seksual dilakukan secara sepihak dan menimbulkan ketidaknyamanan atau ancaman bagi individu yang menjadi korban.
Bentuk kejahatan seksual bermacam-macam, seperti perkosaan, perbudakan seks, perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi seksual, hingga penyalahgunaan seks dan aborsi.
Berbagai ancaman sanksi diberikan bagi orang yang melakukan tindakan kejahatan ini. Berikut ragam sanksinya.
1. Sanksi Pidana dan Denda
Terdapat berbagai aturan hukum yang berlaku bagi pelaku kejahatan seksual antara lain, Pasal 5 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mengatur bahwa pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara dan denda maksimal Rp10 juta.
Sedangkan bagi pelaku pelecehan seksual fisik dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp300 juta, sesuai Pasal 6 UU TPKS.
Bagi pelaku yang melakukan penyiksaan seksual dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta, sesuai aturan Pasal 11 UU TPKS. Menurut Pasal 14 UU TPKS, pelaku kekerasan seksual berbasis elektronik dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
Pelaku perbudakan seksual terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
2. Sanksi Sosial
Selain menggunakan sanksi hukum pidana yang tegas dan konsisten untuk memperkuat dan menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sanksi sosial perlu diciptakan oleh masyarakat.
Berbeda dengan hukum formal yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sanksi sosial lebih berkaitan dengan adat dan kebiasaan masyarakat.
Sanksi sosial lebih berkaitan dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Dalam masyarakat, sanksi sosial sering kali lebih efektif dalam mengatur perilaku manusia yang menyimpang atau melanggar norma dan hukum yang berlaku.
Pasalnya, saat ini banyak kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Isu pelecehan seksual sudah menjadi darurat di institusi pendidikan. Oleh karena itu, pantas jika para pelaku mendapat sanksi sosial atau mendapat sanksi pencabutan jabatan dari instansi tersebut agar para pelaku jera dan tidak lagi melakukan kejahatan seksual lainnya.
3. Sanksi Kebiri
Hukum kebiri adalah jenis hukuman bagi mereka yang telah melakukan kekerasan dan kejahatan seksual. Menurut hukum kebiri, pelaku kejahatan seksual akan ditindak medis berupa pemotongan penis dan buah zakar atau alat kelamin luar laki-laki.
Di Indonesia, hukum kebiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 23/2002) dan perubahannya serta Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP 70/2020). Dari banyaknya sanksi-sanksi tersebut, diharapkan akan memperoleh efek jera dan manfaat yang positif untuk masa mendatang dalam menekan angka kriminalitas seksual.
Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual dianggap sebagai pelanggaran serius. Namun, tidak ada undang-undang khusus yang mengatur bentuk pelecehan/pelecehan seksual, sanksi dan cara mengatasi pelecehan seksual di tempat kerja.
Menteri Tenaga Kerja telah mengeluarkan pedoman khusus tentang Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Pelecehan seksual didefinisikan sebagai
“setiap perilaku yang tidak diinginkan yang bersifat seksual, permintaan untuk bantuan seksual, perilaku verbal atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual; atau perilaku lain yang bersifat seksual yang membuat penerima merasa terhina, tersinggung dan/atau terintimidasi, dimana reaksi tersebut wajar dalam situasi dan kondisi; atau dibuat menjadi persyaratan kerja atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak pantas”.
Pedoman tersebut mendefinisikan berbagai bentuk pelecehan seksual, yang meliputi pelecehan fisik, verbal, gestural, tertulis atau grafis dan psikologis atau emosional.
Pelecehan seksual merupakan kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 294 ayat (2) KUHP Indonesia. Selain itu, Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003) mengatur bahwa pekerja berhak atas perlindungan moral dan moral.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia tidak secara eksplisit menyebutkan hukuman apapun untuk pelecehan seksual; itu melarang tindakan tidak senonoh di depan umum dan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk melakukan hubungan seksual. Ketentuan ini menjadi dasar untuk pengaduan pidana yang berasal dari pelecehan seksual di tempat kerja.
Korban atau orang lain yang mengetahui kejadian tersebut harus mengajukan pengaduan resmi. KUHP memberlakukan hukuman hingga dua tahun delapan bulan dan denda uang. Jika terjadi kekerasan untuk hubungan seksual, hukumannya dinaikkan menjadi 12 tahun.
Seorang pekerja dapat mengajukan permintaan resmi kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (pengadilan hubungan industrial) untuk memutuskan hubungan kerjanya jika pengusaha telah memukul, mempermalukan atau mengintimidasi pekerja secara kasar.
Perusahaan juga dapat memutuskan kontrak kerja pekerja yang telah melakukan perbuatan tercela yang contohnya antara lain sebagai berikut: pekerja tersebut telah melakukan perbuatan asusila/tidak senonoh atau berjudi di lingkungan kerja atau telah menyerang, dipukuli, dianiaya, dihina, diancam, atau mengintimidasi rekan kerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
Sumber : §154A (1.g) Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU Nomor 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan UU Cipta Kerja (UU Nomor 11/2020); Panduan Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja 2011; §281 & 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berbagai Sumber