RUANGPOLITIK.COM — Kehadiran Partai Buruh dengan warna partai baru dalam kontestasi Pemilu 2024 memberikan corak tersendiri. Bagaimana tidak, partai yang mengusung pergerakan kaum buruh ini memiliki ribuan massa yang tak terbendung setiap kali melakukan orasi politik atau demonstrasi menuntut kesejahteraan kaum buruh.
Setelah KPU mensahkan Partai Buruh sebagai peserta Pemilu 2024 dengan nomor urut 6, pada Rabu (14/12) puluhan kader dan simpatisan Partai Buruh berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Kamis, 15 Desember 2022.
Dalam orasinya, Ketua Eksekutif Komite Partai Buruh Kabupaten Semarang, Lukman, mengatakan pembentukan partai merupakan salah satu jalan perjuangan para pekerja.
“Selama ini kami sudah berjuang melalui dialog dan aksi. Sekarang kami bisa berjuang melalui jalur politik,” katanya saat berorasi.
Jika melihat pergerakan Partai Buruh yang massive dan massa yang banyak, bagaimanakah peluang pejuang kelas bawah ini untuk mencuri simpati publik? Menurut Dedi Kurnia Syah, Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) saat dihubungi RuPol, Kamis (15/12) mengatakan jika peluang Partai Buruh untuk bisa lolos ke Senayan di Pemilu 2024 sangat kecil.
“Jika ada partai baru yang lolos parlemen, besar kemungkinan itu Perindo. Hal ini membaca elektabilitas dan popularitasnya, Peluang kedua ada pada PSI. Bagi partai lain termasuk Buruh, kecil kemungkinan bisa lolos ambang batas parlemen,” ungkap Dedi.
Pasalnya gerakan buruh hampir merata ada di setiap partai, sehingga menjadikan warnanya tidak terlalu mencolok dibanding dengan warna partai lain yang sebelumnya telah masuk gelanggang.
“Buruh bukan pemilih yang hanya dikuasai satu partai, di semua partai ada kelompok buruh. Ini yang membuat Buruh tidak istimewa,” jelas Dedi.
Disisi lain, Dedi melihat kelemahan Partai Buruh yang menjadikan partai ini sulit bersaing dengan partai lainnya.
“Kekuatan buruh mungkin besar, tetapi persoalannya mereka tidak terkonsentrasi di satu partai Buruh. Sebaran ke banyak partai ini membuat buruh bukan target pemilih yang menarik dijadikan acuan,” tegasnya.
Sementara itu, jika mengingat warna partai Buruh yang condong ke arah partai nasionalis dan berkemungkinan berkoalisi ke PDIP karena memiliki warna perjuangan yang sedikit mirip, Dedi melihat hal ini bisa saja terwujud.
“Soal koalisi, bisa saja. Mengingat semua partai pada dasarnya sama, berorientasi kekuasaan. Terlebih PDIP yang memang mayoritas, sehingga menarik bagi partai lain untuk bergabung,” pungkasnya.
Partai Buruh sebelumnya sudah pernah mengikuti penyelenggaraan pemilu. Namun dengan menggunakan nama yang berbeda. Dilansir dari situs online, pada Pemilu 1999, partai ini memakai nama Partai Buruh Nasional, dengan nomor urut 37. Lalu pada Pemilu 2004 partai ini menggunakan nama Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), dengan nomor urut 2.
Lalu pada Pemilu 2009, Partai Buruh sebelumnya tidak lulus verifikasi, tetapi dengan adanya gugatan 4 partai gurem pada Pemilu 2004 kepada Majelis Konstitusi, akhirnya 4 Partai politik gurem ini disahkan juga menjadi Parpol peserta pemilu; salah satunya ada Partai Buruh. Selanjutnya pada Pemilu 2009, Partai Buruh mendapat nomor urut 44. Pada 5 Oktober 2021, oleh Said Iqbal, Partai Buruh dideklarasikan kembali dengan simbol partai yang berbeda. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)