RUANGPOLITIK.COM – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis menanggapi pernyataan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang menyinggung terkait ‘amplop kiai’.
KH. Cholil Nafis mengatakan bahwa para kiai tidak mungkin meminta amplop ke tamunya yang datang sowan.
Kalaupun kedapatan tamunya memberikan amplop, itu juga merupakan perbuatan yang tidak salah selama tidak ada kepentingan tertentu.
“Dibilang Kiai minta minta amplop katanya, enggaklah… kalau ketepatan diamplopin, ya diterima sama kiainya. Nggak diamplop, nggak apa-apa,” katanya, sebagaimana dikutip RuPol dari Youtube KH. Cholil Nafis Official, Sabtu (20/8/2022).
Berita Terkait:
Link Live Streaming Dialog Politik: Menakar Peluang PPP Menembus Parlemen pada Pemilu 2024
Setelah Heboh ‘Amplop Kiai’, Ketum PPP Minta Maaf
Saksikan! RuangPolitik Gelar Dialog Mengenai Peluang Lolosnya PPP ke Parlemen di Pemilu 2024
Pagi Ini, KIB Golkar, PAN dan PPP Bakal Jalan Bareng Daftar ke KPU
KH. Cholil Nafis mengatakan bahwa memang sedekah yang paling baik itu saat diberikan kepada orang alim dan orang bertakwa.
“Kenapa orang datang ke kiai kok salaman duit karena paling baik memberikan sedekah itu kepada orang alim yang bertakwa,” katanya.
Menurutnya, Suharso Monoarfa tidak memahami tradisi dan budaya itu. Namun, dia mengingatkan kalau kiai yang benar-benar kiai tidak mungkin meminta-minta amplop.
Kalaupun kiai tersebut menerima amplop, uang yang mereka terima juga dialirkan santri-santrinya. Ada juga yang diperuntukkan untuk membangun pesantrennya.
“Makanya, Ketua PPP Suharso Monoarfa minta maaf, itu nggak ngerti budaya kiai. Itu budaya,” tuturnya.
Sebelumnya, pada pembekalan antikorupsi kepada para pengurus PPP, Suharso Monoarfa mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan.
Pada awal sambutannya, Suharso menceritakan pengalaman pribadinya saat berkunjung ke pondok pesantren besar, guna meminta doa dari beberapa kiai yang menurutnya juga kiai besar.
“Waktu saya Plt. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dapat pesan di whatsapps, Pak Plt, tadi ninggalin apa gak untuk Kiai?” cerita Suharso.
Namun Suharso merasa tidak meninggalkan sesuatu di sana. Setelah dijelaskan ternyata Suharso baru mengetahui bahwa harus ada pemberian untuk kiai dan pesantren.
“Kayak gak ngerti aja Pak Harso ini, gitu Pak Guru. I’ve provited one, every week. Dan setiap ketemu Pak, ndak bisa Pak. Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya tu, nggak ada amplopnya Pak, itu pulangnya itu, sesuatu yang hambar,” lanjutnya.(FSL)
Editor: Zulfa Simatur
(RuPol)