RUANGPOLITIK.COM – Ketua PW GP Ansor Jatim HM Syafiq Syauqi, mengingatkan kepada semua pihak untuk mewaspadai pola gerakan lama dan pelaku yang sama kembali membuat gaduh dengan melakukan framing di media.
Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tentang aturan pengeras suara menjadi polemik. Pimpinan Wilayah GP Ansor Jatim pun merespons hal tersebut.
Menurut Syafiq, framing media dengan teknik propaganda dan manipulasi informasi masih menjadi pilihan dalam membuat gaduh dan mengganggu stabilitas nasional.
“Tantangan dalam era disrupsi informasi saat ini adalah pola-pola gerakan framing media yang menyesatkan publik. Itu yang sedang mereka lakukan dengan memotong secara kejam pernyataan Menteri Agama,” jelas Syafiq, Jumat (25/2/2022).
“Framing bukan kebohongan, tetapi mencoba membelokkan fakta secara halus. Nah, angle (sudut pandang) yang berbeda dalam pemberitaan. Oleh karena itu, masyarakat harus cerdas memahami keutuhan tentang hal tersebut. Mereka memotong dan mengambil diksi membenturkan antara azan dengan suara anjing,” ujarnya.
Gus Syafiq menjelaskan, bahwa tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing.
Berita Terkait:
Sufmi Dasco: Jika Suara Azan Dianggap Sebagai Gangguan, Itu Berlebihan
Imbas Pernyataan Kontroversi, Menteri Agama Bakal Dipolisikan
Analogikan Gonggongan Anjing, Pengamat: Tak Pantas Disampaikan Seorang Menteri
Ketua Komisi VIII: Tarik Pernyataan Adzan dan Anjing Menggonggong
Menteri Agama justru mempersilakan dan mengajak umat Islam menggunakan pengeras suara sebagai syiar dakwah dan berbagai keperluan masyarakat lain sesuai aturan kemaslahatan bersama.
“Framing itu jelas teknik manipulasi informasi yang ditunjukkan memancing sisi emosional umat Islam dengan angle membenturkan sesuatu yang sakral dengan hal tabu,” imbuhnya.
Gus Syaqif mengungkapkan pernyataan Menag Yaqut yang benar adalah memberikan banyak contoh tentang sumber kebisingan di tengah masyarakat.Ia mengambil benang merah bahwa suara apa pun itu harus diatur agar tak menjadi gangguan.
“Mencegah kemudaratan itu harus menjadi skala prioritas di atas mengambil kemaslahatan. Saya kira cukup gerakan framing itu dan sudahi,” pungkas Gus Syafiq.(AP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)