RUANGPOLITIK.COM – Rencana reshuffle kabinet tarik ulur, diduga karena adanya tekanan dari PDIP yang menginginkan posisi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Keinginan PDIP tersebut terkait dengan kewenangan Mendagri yang nantinya akan menentukan pelaksana tugas atau penjabat kepala daerah, yang habis masa jabatan tahun 2022 dan 2023.
Sejak bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam koalisi pemerintahan Presiden Jokowi, wacana perombakan kabinet sudah mengapung, namun sampai saat ini masih belum terlaksana.
Banyak perkiraan adanya tarik ulur antara Presiden Jokowi dengan partai-partai koalisi, terkait beberapa kementerian yang strategis, antara lain posisi Mendagri.
Pengamat Politik Ujang Komaruddin menyebutkan, posisi Mendagri menjadi sangat strategis saat ini, karena ada 24 gubernur dan 248 bupati dan walikota yang berakhir masa jabatan di 2022 dan 2023.
“Mendagri akan menentukan para pelaksana tugas (penjabat) kepala daerah itu. Itu sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bagian dari strategi pemenangan pemilu,” ujar dosen Universitas Al Azhar kepada wartawan, Sabtu (15/1/2022).
“Indikasi itu sangat jelas. Kenapa? ya termasuk ada indikasi ingin menggeser Pak Mendagri oleh partai tertentu, agar lebih gampang mengkondisikan plt-plt itu. Sehingga terjadi tarik-menarik seperti itu,” lanjutnya.
Baca juga:
Wacana Reshuffle. Posisi Mendagri Tito Makin Rawan
Isu Reshuffle Kabinet. Tukar Posisi Tito Dengan Tjahjo Kumolo?
Ujang juga menyebutkan PDIP sebagai partai pengusung Presiden Jokowi ngotot ingin jatah Mendagri tersebut, namun hal itu mendapat penolakan dari partai-partai pengusung lainnya.
“PDIP minta Tito direshuffle, penggantinya tentu dari PDIP. Atau jika tidak diganti, boleh jadi ada tukar guling dengan Menpan-RB. Tjahjo Kumolo berganti posisi dengan Pak Tito. Jadi disini saya lihat ada pertarungan,” sambungnya Ujang.
Menurut Ujang, harusnya para politisi atau partai-partai itu berjiwa negarawan, jangan hanya mementingkan kepentingan politik saja. Harusnya reshuffle itu memasukkan menteri-menteri terbagus, terbaik dan profesional aja.
“Dan terkait dengan plt (kepala daerah) diberikan kepada yang mampu sesuai dengan ketentuan. Tidak ditarik-tarik ke wilayah Pilpres dan Pileg, yang ujung-ujungnya kepentingan pragmatis,” pungkasnya.(ASY)
Editor: Asiyah Lestari
(RuPol)