RUANGPOLITIK.COM – Wacana penghapusan presidential threshold yang sudah dimulai dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi oleh Politisi Gerindra Ferry Juliantono bersama Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mulai mendapatkan dukungan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dalam suatu kesempatan juga menyebutkan pentingnya penghapusan ambang batas pengajuan calon presiden ini, mengingat itu bisa menjadi pemicu prilaku koruptif.
“Sekarang orang masih heboh dengan apa itu pak, parliamentary threshold, president threshold. Seharusnya kita berpikir sekarang bukan 20%, bukan 15%. Tapi 0% dan 0 rupiah. Itu pak kalau kita ingin mengentaskan korupsi,” kata Firli, saat mengisi materi di acara Silatnas dan Bimtek anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia Partai Perindo yang digelar di Jakarta Concert Hall, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2021).
Pernyataan Firli itu mendapatkan dukungan penuh dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, yang hampir seragam menyuarakan penghapusan ambang batas tersebut, sebut saja Wakil Ketua DPD, Nono Sampono, Fahira Idris, Fachrul Razi dan Bustami Zainuddin.
Bahkan dua nama terakhir sudah juga memasukan gugatan terhadap ambang batas tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada hari Jumat (10/12/2021) kemarin,
Baca juga:
Demokrat Dukung Presidential Threshold Diturunkan
DPD RI Galang Kekuatan Perjuangkan PT 0%
Pendukung Ganjar dan Anies Harus Gugat PT 0% ke MK
Dari kalangan partai politik juga sudah bersuara untuk mendukung pengajuan gugatan tersebut, diantaranya Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan terakhir Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman juga menyatakan tidak masalah dengan PT berapapun.
“Kalau Gerindra sih gak pusing, mau PT 20 persen, 15 persen, mau 5 persen, mau 0 persen, kami siap aturan,” ujarnya di Komplek Parlemen, Senin (13/12/2021).
Aturan presidential threshold yang saat ini pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, dinyatakan Partai atau Gabungan Partai yang bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah pemilik 20% kursi DPR atau 25% suara sah pada pemilu.
Hal itu bisa dirubah melalui revisi UU Pemilu, namun dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 ternyata tidak ada masuk revisi UU Pemilu tersebut, sehingga satu-satunya jalan untuk merubah hanya melalui keputusan Mahkamah Konstitusi.
Editor: Bejo Sumaryono
(RuPol)