Penulis buku Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) tersebut menyebutkan, ada tiga alasan mengapa hoax bisa berkembang
RUANGPOLITIK.COM —Pakar medsos UIN Syarif Hidayatullah Rulli Nasrullah mengimbau warga menghindari hoax dengan membangun budaya tabayun pada tahun politik ini. Masyarakat harus melakukan saring sebelum membagikan atau sharing.
Rulli mengatakan, saat ini, masyarakat dihadapkan pada maraknya informasi hoax atau bohong, ujaran kebencian, dan berbagai narasi kebencian lain yang dapat memecah belah persatuan.
Menurut Rulli Nasurallah, hoax sengaja diproduksi untuk membangun pembunuhan karakter terhadap seseorang maupun kelompok.
“Hal ini terjadi karena orang atau kelompok tersebut tidak percaya diri dengan kemampuannya untuk bersaing secara sehat,” kata Rulli , Sabtu (13/5/2023).
Penulis buku Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) tersebut menyebutkan, ada tiga alasan mengapa hoax bisa berkembang.
“Pertama, banyak pengguna media sosial itu berpikir memakai logika waktu cepat. Jadi, logika waktu cepat itu adalah informasi yang dipublikasikan itu main ditelan saja, tanpa melakukan konfirmasi, tanpa melakukan check and recheck terhadap media-media mainstream,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini.
Kedua, tambahnya, adanya friendvertaising yaitu iklan atau informasi yang disampaikan oleh sesama.
Menurut Rulli, relasi pertemanan terkadang membuat masyarakat percaya terhadap seseorang, sehingga mudah untuk menerima dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar.
Ketiga adalah kondisi psikologis seseorang yang tidak sadar. Hal itu terjadi karena lingkungan sosial dan konten yang diakses adalah konten serupa, sehingga secara naluri seseorang tidak punya pilihan lain selain mempercayai informasi dari konten tersebut.
Untuk mengatasi hal itu, menurut dia, masyarakat perlu membangun budaya tabayun. Mengutip buku Akidah Akhlak yang diterbitkan Kementerian Agama, tabayun dijelaskan sebagai budaya untuk mencari kejelasan hingga terang benderang.
Membangun budaya tabayun, ujarnya, dapat dimulai dari diri sendiri. Setiap individu bisa menyaring teman di media sosial, sehingga tercipta pertemanan yang dapat meminimalkan persebaran hoax maupun ujaran kebencian.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)