RUANGPOLITIK.COM — Koalisi besar merupakan gabungan partai-partai pendukung Presiden Joko Widodo. Saat ini sudah ada lima partai yang menginisiasi yaitu Golkar, Gerindra, PKB, PAN dan PPP. Hanya PDIP partai pemerintah yang belum membentuk dan bergabung dengan koalisi manapun.
Namun, langkah koalisi gemuk gabungan KIB dan KKIR disinyalir takkan mulus. Bagaimana tidak, isu akan bergabungnya PDIP ke Koalisi Besar ini mulai membuat panas Golkar karena akan coba mengambil kue capres yang notabene disanggah oleh PDIP.
“Saya tidak ngerti, PDI ini 20 persen thresholdnya lolos. Bukan ngotot mengotot, kita ini bisa nyalonkan. Jadi saya menghargai untuk koalisi besar mau nyalonkan segera saja nyalonkan, deklarasi, jangan banyak ngomong,” ujar Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Hal ini direspon positif oleh pengamat politik Efriza dari Citra Intitute. Bahwa hubungan PDIP dengan KKIR masih aman.
“Ketika Koalisi Pendukung Pemerintah masih terbelah menjadi dua yakni KKIR dan KIB ini amat menguntungkan bagi PDIP, tak akan ada konflik dengan KKIR dan Gerindra. KIB + PDIP dapat dibentuk seperti telah lama diwacanakan,” ungkapnya kepada RuPol, Jumat (14/42023).
Ia melihat wajar jika Golkar dilema dengan KIB yang tak ada aksi nyatanya di pilpres ini.
“Tetapi, KIB utamanya Golkar disinyalir jenuh, yang amat khawatir tentu saja Airlangga Hartarto selaku Ketua Umum sebab dirinya akan dirongrong oleh internal Golkar jika KIB tak ada pergerakan apalagi jika kans Airlangga tertutup sebagai cawapres. KIB juga jenuh menunggu kepastian dari PDIP akan memajukan Ganjar Pranowo, ditengah situasi menunggu tersebut, disinyalir Jokowi bersama Ketua-ketua Umum berpikir untuk apa koalisi pemerintah di pecah dua mending dijadikan satu saja KKIR dan KIB bersatu dalam Koalisi Besar,” urainya.
Ternyata PDIP mulai risih, gelisah dengan rencana itu. Megawati juga ditenggarai tak dapat tidur nyenyak karena keinginannya tidak bulat lagi didukung utamanya oleh Jokowi yang selalu dianggapnya hanya “Petugas Partai” nya saja.
Sementara itu, Efriza melihat PDIP juga tak lagi mengedepankan egonya terutama ingin masuk barisan koalisi yang selama ini masih enggan dilakukan PDIP.
“Benar saja, PDIP mulai panik, juga kesal, tampak dari lemparan isu Megawati sudah memberikan sinyal mendukung Ganjar Pranowo. PDIP juga menunjukkan tak lagi “busung dada” sudah mulai bersuara ingin berkoalisi dan minta diajak.
Namun, gerak politik dari PDIP lebih keras malah ternyata juga menganggu, karena PDIP ingin meruntuhkan kesolidan partai-partai dalam koalisi,” jelasnya.
.
Sebab sulit bagi PDIP menjadi nomor dua kadernya karena sebagai peraih suara terbanyak, juga janggal peraih suara kedua Gerindra malah Prabowo capresnya, ini terbolak-balik. Golkar dan Airlangga telah memahami tak memungkinkannya koalisi Gerindra-PDIP, karena itulah duet Prabowo-Airlangga mengapung.
Sayangnya, PDIP yang diyakini tidak akan bergabung dalam koalisi besar, ternyata disinyalir PDIP akan menggembosi agar impian Jokowi membangun koalisi besar sirna. Jika impian Jokowi dapat digagalkan ini menunjukkan Megawati dan PDIP lagi-lagi berhasil memupus impian Jokowi.
“Tentu saja pupusnya impian Jokowi juga akan membuat Prabowo badmood karena peluangnya mengecil, Prabowo sudah membayangkan sebagai “raksasa” koalisi, malah ternyata hanya sekadar bangunan koalisi yang memenuhi Presidential Threshold semata,” jelas Efriza.
Sisi lain, tentunya akan membuat Golkar dilema akan tetap bersama kawan-kawan KIB, atau malah bergabung dengan KKIR tetapi dengan potensi Airlangga diusung sebagai cawapres juga menyusut drastis.
Golkar dan Airlangga merasa jika Koalisi Besar minus PDIP, maka dari semua ketua umum Golkar dan Airlangga yang pantas, meski elektabilitasnya Airlangga kecil. Sebab, Golkar peraih suara ketiga, dan Airlangga merupakan bagian dari orang-orang kepercayaan Presiden Jokowi. Andai saja, Koalisi Besar terjadi, bayangan Golkar persentase kemenangannya tinggi, minimal menghadirkan gengsi yang tinggi karena paket pasangan ini diusung oleh banyak partai.
“Sayangnya, PDIP ternyata malah berusaha mengergajinya, Golkar juga berhasil dibuat galau, akan memilih bersama PPP dan PAN sebagai bagian KIB, koalisi yang pertama terbentuk yang digembar-gemborkan paling siap di Pilpres, ternyata oh ternyata malah paling rapuh,”
Efriza melihat, PDIP memang disinyalir akan merapuhkan KIB dengan menarik PPP dan PAN, juga memungkinkan merapuhkan KKIR dengan menarik PKB meski potensinya kecil, jika seperti itu artinya bangunan Koalisi jika mengusung Prabowo-Airlangga tidaklah menarik bagi pemilih, karena ada drama konflik di dalam dengan larinya barisan inti koalisi, juga terjadinya perubahan anggota koalisi, dan koalisi dinilai tidak solid.
“Situasi ini malah merugikan pasangan Prabowo-Airlangga dapat saja malah yang terjadi jika dipaksakan raupan suaranya amat kecil dibandingkan koalisi KPP dan Koalisi PDIP (bersama PAN, PPP, dan PKB), ini tentu saja akan memalukan partai suara kedua dan ketiga berkoalisi malah raupan suara di Pilpres hanya minimalis,” tukasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)