RUANGPOLITIK.COM — Ramai-ramai kritikan soal pasal zina yang termaktub di KUHP dan dianggap melanggar wilayah private dikritisi oleh Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej.
Terlebih adanya masukan kepada pemerintah jika perzinahan masuk dalam ranah private bukan publik, sehingga ini akan mengancam industri pariwisata yang menjadi sumber besar dalam devisa negara.
“Saya yakin dan percaya, tidak ada satupun agama mengatakan perzinahan itu perbuatan sah menurut agama masing-masing,” ujar Edward dalam keterangan tertulis, Jumat (16/12).
Menurutnya perbuatan tindak pidana perzinahan akan tetap menjadi delik aduan. Namun, kata Edward, yang dapat melaporkannya ke aparat penegak hukum hanya orang-orang tertentu saja sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya main hakim sendiri oleh masyarakat.
Adapun pihak yang dapat membuat aduan telah diatur dalam pasal 417 ayat (2) antara lain, suami, istri, orang tua atau anaknya. Ia menyebut hal ini bertujuan untuk mengejawantahkan nilai-nilai masyarakat Indonesia dan penghormatan terhadap lembaga perkawinan.
Edward menambahkan terkait pasal soal kumpul kebo tercantum dalam pasal 411-413. Pasal ini berisi ‘setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda Rp 10 juta’.
Sementara pada ayat 2, dijelaskan bahwa perbuatan itu tidak akan dituntut kecuali ada pengaduan suami atau istri orang yang terikat perkawinan atau orangtua/anaknya bagi yang tidak terikat perkawinan. Dalam hal ini, syarat kepala desa sebagai pengadu juga dihapuskan.
Tak cuma itu, perbuatan yang disebut ‘perzinaan’ atau persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri juga akan dipidana paling lama setahun dan denda Rp 10 juta.
Meski demikian, kata Edward, pengaduan tersebut dapat ditarik kembali jika pemeriksaan belum dimulai.
Editor: Ivo Yasmiati
(Rupol)