RUANGPOLITIK.COM-Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti pergolakan politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal ini salah satunya terkait pasangan Prabowo Subianto dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Keduanya, memiliki jejak militer membuat paradigma politik bergejolak.
Hal itu ditanggapi Refly Harun melalui video di akun YouTube pribadinya. Dalam video tersebut, Refly Harun menyebut bahwa diantara keduanya, tidak masalah jika dipasangkan untuk Koalisi Pilpres 2024, yang terpenting ialah adanya kemistri antara hubungan keduanya.
“Pasangan Prabowo-AHY juga bisa, ga soal kalaupun sama-sama militer. Yang penting chemistry keduanya bisa jalan. Karena orang tidak lagi melihat militer dengan militer saat ini. Sipil-Militer itu gak lagi menjadi paradigma,” ungkap Refly Harun melalui video dari kanal YouTubenya, dikutip Selasa (28/6/2022).
Lanjut, Refly Harun mengatakan bahwa dimulai dari 2004, paradigmanya ialah Jawa dan Luar Jawa, Sipil Militer, dan Islam Nasionalis.
Berita Terkait:
Bertemu AHY di Kertanegara, Prabowo Titip Salam Hormat untuk SBY
AHY Ketemu Ganjar Sebelum Silaturahmi ke Prabowo
Bertemu AHY, Prabowo Subianto: Tidak Bahas soal Koalisi
AHY Klaim Partai Demokrat Nyaman Bersama NasDem
“Pada tahun 2004, paradigmanya adalah Jawa dan luar Jawa. Kemudian Sipil Militer, kemudian, Islam nasionalis. Dan ketika SBY-JK memenangkan itu, maka 3 pakem itu terjadi. Yaitu pakem Militer dan Non Militer. SBY Militer, JK Non Militer Islam Nasionalis, JK dianggap representasi Islam walaupun tidak indentik banget karena dia bukan identik dengan NU Muhammadiyah. Tapi paling tidak, ada bau-bau itu. Sementara SBY mewakili Nasionalis dan jawa luar jawa,” tutur Refly Harun.
Kemudian, Refly Harun menuturkan terkait jejak SBY yang juga turut menang Pilpres lantaran memakai latar belakang Militer dan Non Militer.
“Tapi di 2009, SBY pede sekali Militer dan Non Militer masih dipake, karena dia sendiri Militer, tapi jawa dan luar jawa gak dia pake lagi, Islam Nasionalis gak dia pake lagi. Dia ambil Budiono menang,” ungkap Refly Harun.
Refly Harun juga mengungkapkan bahwa pada saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju di tahun 2014, Jokowi bahkan mengambil representasi Jawa dan Luar Jawa beserta Islam Nasionalis yang digaet dari pasangannya saat itu.
“Pada tahun 2014, Jokowi ga pake Sipil-Militer, dia ambil JK yang tidak lain representasi dari Jawa luar Jawa dan Islam Nasionalis. Pada tahun 2019, Jawa luar Jawa gak dipake lagi. Yang dipake cuma Islam Nasionalis. Tapi itu tidak mesti juga, dan kita belum ada presiden Militer-Militer,” ucap Refly Harun.
Menurut Refly Harun, pasangan Prabowo Subianto dan AHY bisa saja terjadi diluar dari paradigma Jawa dan Luar Jawa atau pun Sipil dan Militer. Karena keduanya dari Militer dan Militer.
“Jadi pasangan Prabowo-AHY bisa. Kita akan lihat jadi masih sangat cair sekali. AHY tidak mau hanya menggantungkan diri dalam satu slot di Anies saja, dia juga menjajaki slot ke Prabowo Subianto. Kita tidak tahu apakah dia akan menjajaki slot lain, tapi bagi AHY, slotnya ke Anies dan slotnya ke Prabowo Subianto. Bagi Muhaimin, slotnya ke Prabowo Subianto. Bagi Prabowo, untuk menjadi capres dia bisa digandeng oleh Puan Maharani dan Puan jadi wakilnya,” ungkap Refly Harun.
Kemudian, Refly Harun memprediksikan bahwa jika Prabowo tidak jadi dengan AHY, Gerindra juga bisa menggaet Partai Keadilan Sejahtera.
“Tapi kalau PDIP mau maju sendiri, dia masih bisa ngambil PKB, satu partai ini cukup untuk mengakukan pasangan Prabowo dan Cak Imin atau Prabowo-AHY juga bisa. Karena kalau Prabowo gabung dengan AHY, maka koalisi Gerindra-Demokrat. Tapi Gerindra dengan PKS pun bisa juga,” pungkas Refly Harun. (BJO)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)