RUANGPOLITIK.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdampak positif terhadap peningkatan suara pasangan capres-cawapres nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Hal tersebut diperkuat dengan keterangan lisan empat menteri dalam sidang pembuktian sengketa hasil Pilpres 2024 pada Jumat (5/4/2024).
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur juga menyampaikan dalam sidang pembacaan putusan MK atas sengketa hasil Pilpres 2024 di gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
“Setidaknya dari keterangan lisan empat menteri dalam persidangan, MK tidak mendapatkan keyakinan akan bukti adanya maksud atau intensi dari presiden terkait penyaluran bansos dengan tujuan menguntungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2,” ujar Ridwan.
Keempat menteri yang dimaksud adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
Selain itu, kata Ridwan, MK juga menilai tindakan Presiden Jokowi belum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hukum positif.
“Terlebih dalam persidangan, MK tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan adanya korelasi dan hubungan kausalitas antara penyaluran bansos dengan pilihan pemilih,” tandas Ridwan.
Meski demikian, sebagaimana fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, MK menemukan penghitungan matematis-statistik atau menggunakan pendekatan ekonometrika, yang pada pokoknya menunjukkan korelasi antara kenaikan bansos petahana dengan perolehan suara pasangan calon tertentu.
“Bahwa menurut MK, ekonometrika dapat difungsikan dalam ranah scientific evidence dalam persidangan. Walaupun bukan sebagai alat bukti utama, tetapi ekonometrika atau kajian-kajian teoritis lainnya dapat diposisikan sebagai instrumen ilmiah pendukung yang dapat menjembatani antara kekosongan atau ketiadaan bukti empiris dengan rasio/kesadaran manusia, nalar publik, serta keyakinan hakim maupun penegak hukum lainnya,” tandas Arsul Sani.(ANT)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)