Oleh: B. J Pasaribu | Jurnalist Senior bidang Politik
RUANGPOLITIK.COM – Hasil rekapitulasi suara nasional KPU hingga Senin malam (18/3/2024), Prabowo-Gibran unggul jauh dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diprediksi kuat jadi calon presiden dan wakil presiden terpilih di Pilpres 2024.
Oleh karenanya, posisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasca akhir jabatannya tentu menjadi bahan ulasan yang mearik.
Mengulas catatan Pilpres 2024, meskipun tak pernah menyatakan secara eksplisit, gerak-gerik Jokowi memperlihatkan dukungan untuk Prabowo-Gibran. Ia disebut-sebut memiliki andil besar dalam pemenangan pasangan nomor urut 2 itu.
Terkini, Jokowi pun diusulkan memimpin sebuah koalisi besar partai politik pemerintahan Prabowo-Gibran.
Usulan ini datang dari Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jeffrie Geovanie.
Jeffrie terkesima dan tertaik mencontih Malaysia dengan membentuk koalisi permanen ‘Barisan Nasional’ atau ‘Barisan Rakyat’ di Indonesia. Menurutnya, Jokowi perlu ada di atas semua parpol.

Jurnalist Senior bidang Politik, B. J Pasaribu mencermati perihal usulan Jokowi menjadi pemimpin koalisi besar Prabowo-Gibran tidak mudah terwujud karena setiap partai punya kepentingan masing-masing.
“Koalisi permanen tidak pas ya.Apalagi dengan konteks politik di Indonesia. Jika kita masuk ke wilayah pemimpin koalisi ataupun dia dikasih arahan jabatan yang lebih setelah enggak menjabat semestinya untuk dihindari. kenapa?, ya supaya demokrasi tetap terjaga serta pengawasan berjalan baik,” tukas B. J Pasaribu kepada Ruangpolitik.com melalu pesan singkatnya, Selasa (19/3/2024).
B. J Pasaribu meganalisa perihal peluang Jokowi akan mendapatkan jabatan strategis di pemerintahan Prabowo-Gibran, seperti di posisi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) atau mengisi jabatan Dewan Pertimbangan Agung bisa saja terjadi.
Posisi jabatan ini, urainya lagi, bisa jadi cara Prabowo ‘mengapresiasi’ jasa Jokowi. Sehingga, Jokowi bisa memberikan saran dan nasihat.
“Ya peluangnya bisa lewat Wantimpres, DPA atau BPIP seperti Bu Megawati. Saya kira banyak mekanisme prosedur yang dalam sistem politik kita untuk apresiasi jasa Pak Jokowi kepada Prabowo,” ulasnya.
Relasi Jokowi dan Pimpinan Parpol Besar?
Menelisik peran serta pengaruh Jokowi Terhadap Pimpinan Parpol Besar, B. J Pasaribu tidak memungkiri bahwa Jokowi memang memiliki pengaruh besar dalam kancah perpolitikan nasional.
“Apalagi saat ini sudah ada yang memunculkan nama Jokowi di bursa calon ketua umum Golkar,” ujarnya.
Tak kalah pentingnya untuk dicermati, lanjut B. J Pasaribu, terkait musyawarah nasional (munas) Golkar yang direncanakan pada Desember 2024 bisa dimajukan, diperkirakan Jokowi punya peluang besar untuk menang.
“Ini poinnya, Iya Munas Golkar. Jika Munas Golkar dipercepat jadi Munaslub sebelum 20 Oktober, itu bisa jadi Jokowi punya kendaraan baru politik ketika tak lagi menjabat,” urai B. J Pasaribu.
Namun demikian, langkah Jokowi menjadi orang nomor satu di parpol seperti Golkar juga tak mudah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Golkar mengatur jabatan ketum minimal harus jadi kader selama lima tahun.
“Aturan ini bisa saja diubah tergantung internal Golkar. Jika sukses menjadi Ketum Golkar, Agung berpendapat Jokowi memiliki posisi tawar politik yang besar di pemerintahan Prabowo-Gibran meski tak lagi menjabat sebagai presiden. Ya, peluang menjadi ketua koalisi dari parpol-parpol pendukung Prabowo-Gibran sangat mungkin terwujud,” tandasnya.(RVO)
Editor: Syafrizal
(RuPol)