Tegar menuturkan, karya cipta musik berbasis ilmu matematika tersebut diawali dari keterpurukan nilai sekolah di SMP kelas 2 pada Tahun 2002 silam, dan ditindaklanjuti melakukan penulisan riset pada 2015 berlanjut pengembangan pada 2018.
RUANGPOLITIK.COM – Berkat kegigihannya mengutak-atik aransemen musik berbasis matematika, putra kedua dari budayawan Pacitan, Bambang Trenggono tersebut, akhirnya berhasil meraih prestasi sangat prestisius, berupa Token Appresiation word of musik dari Seton Hall University, The City of South Orange, New Jersey, Amerika Serikat.
Satu lagi prestasi bertaraf internasional kembali ditorehkan pemusik asal Pacitan. Dia adalah Tegar Dhewangga Trenggono.
Kabar pengakuan dari dunia musik internasional tersebut diterima pada Kamis (7/3).
Tegar menuturkan, karya cipta musik berbasis ilmu matematika tersebut diawali dari keterpurukan nilai sekolah di SMP kelas 2 pada Tahun 2002 silam, dan ditindaklanjuti melakukan penulisan riset pada 2015 berlanjut pengembangan pada 2018.
Menurut Tegar, pada dasarnya musik itu linier dengan matematika. “Musik itu layaknya sebuah angka. Sedangkan angka merupakan hal pokok di dunia matematika.
Seperti misalnya solmisasi, yaitu do, re, mi dan seterusnya. Demikian juga tempo musik ada1/4, 3/4, 4/4 dan seterusnya.
Hal inilah yang mengilhami untuk mengutak-atik aransemen musik dengan didasari ilmu matematika,” kata Tegar, yang saat itu tengah bertandang ke posko media, Timur Pendopo, sesaat setelah dirinya menerima kabar pengakuan dari dunia musik Internasional di Amerika.
Lebih jauh Tegar mengungkapkan, utak-atik aransemen itu dengan megcover ulang sebuah lagu berjudul “Syantik” yang sempat nge-hits oleh penyanyi dangdut papan atas bernama Siti Badriah.
Dari lagu itulah ia jadikan “kelinci percobaan” atau (Frankenstain), hingga berubah menjadi genere musik dengan sudut pandang matematika. “Jadi ketika melihat matematika, kita sama halnya membaca musik. Matematika adalah musik yang tertulis,” jelasnya.
Di awal mengutak-atik arasemen tersebut sejatinya masih berupa prototype, yang perlu pengembangan. “Awalnya saya nggak berharap apa-apa, ya hanya sekedar iseng. Tapi tanpa diduga karya tersebut ternyata mendapat pengakuan dari dunia musik internasional,” tukasnya.
Ibarat seorang fisikawan, prestasi yang diraih Tegar tersebut tak ubahnya seperti penganugerahan nobel. Maka tak salah apabila ia patut mendapat penganugerahan gelar profesor musik matematika Pacitan.
Harapannya, semoga prestasi level dunia itu bisa mendapatkan apresiasi dari pemkab. Dan kedepannya bisa dijadikan wahana edukasi bagi generasi muda yang demen bermain musik dengan kolaborasi ilmu matematika.(rls)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)