RUANGPOLITIK.COM – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam survei IPO elektabilitasnya hanya 2,7 persen. Angka ini bisa dikatakan membuat PPP sulit untuk masuk ke parlemen.
Melihat hal ini, pengemat politik dari Citra Institute Efriza mengatakan, untuk bisa masuk ke parlemen, PPP harus fokus dalam membesarkan partainya. Dia mengatakan, PPP jangan terbawa polemik yang terjadi antara PDIP dan Jokowi.
“Jika pasangan Ganjar berkomentar sinis sama penguasa, biarkan Ganjar dan kawan-kawannya saja. PPP semestinya malah menggali potensi diri dari Mahfud MD. Sebab Mahfud masih berpengaruh membantu pemilih memberikan efek elektoral memilih pasangan Ganjar-Mahfud di Pileg memilih PPP,” ungkap Efriza kepada Rupol, Kamis (23/11/2023).
Dia mengatakan, Mahfud juga siap membantu mendongkrak elektabilitas PPP. Kemudian dikatakan Efriza, PPP harus punya gagasan yang ditawarkan kepada masyarakat dan gagasan ini dihadirkan pula sebagai gagasan pasangan capres-cawapres.
“Pimpinan dan kader PPP harus rajin ke bawah menemui kyai, ulama, dari berbagai pondok pesantren. Kyai dan Ulama ini yang akan memberikan pengaruh untuk kenaikan elektabilitas PPP sebab suara kyai umumnya juga suara santrinya,” jelas dia.
Efriza menambahkan, PPP harus meminta banyak peran dalam komunikasi, maupun safari politik, untuk membantu memenangkan pasangan Ganjar-Mahfud. Namun, tentu saja peran ini tak akan diberikan cuma-cuma oleh PDIP, oleh sebab itu PPP yang harus bersinergi dengan Mahfud.
“Selama ini, isu pasangan ini tidak mengedepankan sosok Mahfud yang bernilai lebih baik ketimbang Ganjarnya, oleh sebab itu, harus dibalik Ganjar diminta jangan terlalu banyak berkomentar sehingga menghasilkan blunder demi blunder, tetapi memajukan Mahfud untuk bersama membahas mengenai perbaikan isu sistem hukum nasional,” kata Efriza.
Dia menyebutkan, PPP pun kurang greget meski Shuarso (Ketum sebelumnya) diganti ke Moerdiono. Sebab Moerdiono tampak tidak memiliki gagasan dan juga terlalu khawatir dalam berkomentar.
“Ia terlihat tidak punya arah untuk membesarkan partainya. Ia hanya kuat di daerah saja, kurang greget namanya di kancah politik level nasional. Ia terpilih disinyalir karena sosok Jokowi sebagai presiden, sedangkan dirinya sebagai bagian Wantimpres,” ungkapnya.
Efriza menjelaskan, jika PPP peduli, kadernya harus menuntut Moerdiono untuk memperbanyak tokoh nasional di partainya, seperti Erick Thohir. Dia juga menyarankan agar PPP merangkul kembali kawan-kawan lamanya.
“Jika perlu ajak kawan-kawan politisi Islam lainnya yang dibuang oleh PKB, sebab irisannya sama NU. Bahkan, PPP harus pula memperbesar sebagai partai Islam dengan merangkul tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya yang terbuang di PAN,” kata dia.
“Jadi saat ini, tidak memungkinkan mengganti ketua umum. Tetapi PPP bisa memperbanyak tokoh-tokoh nasional untuk menjadi daya tarik memperbesar partai, meski mereka tidak nyaleg, tetapi jika diberikan peran membesarkan partai, tentu tawaran cukup menarik pula,” tambahnya.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)