RUANGPOLITIK.COM – Pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan diramaikan oleh berbagai generasi dari tua hingga muda alias babyboomer hingga generasi Z (GenZ). Namun apakah pilihan dari para generasi-generasi ini akan sama? Faktanya di lapangan ternyata luar biasa unik.
Di mana generasi tua memiliki pikirannya sendiri untuk mengikuti arus yang sudah ada dan millenial serta GenZ memilih yang bisa seperti mereka alias sama-sama dari kalangan anak muda. Salah satu capres-cawapres pada Pilpres 2024 mendatang hadir dari kalangan anak muda.
Hal ini kemudian membuat para pengamat ikut angkat bicara terkait perbedaan pilihan para orang tua dan anak muda. Direktur Eksekutif CSIIS Sholeh Basyarai mengatakan, pilihan orang tua dan anak muda berbeda jauh.
Menurutnya generasi tua lebih menekankan linieritas dan millenial serta GenZ lebih melihat aspek zigzag. Di mana dikatakan Sholeh, dua pola ini mudah ditrack dari perbedaan sikap dalam melihat kemunculan Gibran.
“Generasi tua seperti panda Nababan, Yusuf Kalla, ataupun Gunawan Mohammad, sangat kritis terhadap kemunculan Gibran. Sedang, anak-anak muda melihat Gibran asyik-asyik saja. Gibran adalah ‘revolusi hijau’ dalam transisi kepemimpinan kita. Hijau dalam arti muda. Hijau bukan dalam artian Islam,” ungkap Sholeh kepada Rupol, Selasa (21/11/2023).
Dia mengatakan, salah satu variabel menterengnya survei Prabowo adalah faktor Gibran. Dia hadir sebagai representasi kaum milenial yang familier dengan gadget, sosmed dan aneka budaya baru produk dunia digital.
“Generasi babyboomers sejatinya secara kinerja adalah expired politician. Artinya, pola pikir, pola kerja dan cara melihat persoalan generasi ini, gap-nya lumayan lebar. Generasi baby boomers lebih banyak bicara tentang nostalgia, true story’ tentang pengalaman hidup dan karirnya,” jelas Sholeh.
Dia menyebutkan bahwa generasi ini sulit menerima perbedaan pendapat. Yang mana pendapatnya lebih didasarkan pada “pokoknya”, bukan atas dasar argumentasi yang berbasis nalar yang setara.
Sehingga dikatakan Sholeh, tokoh-tokoh sepuh hanya berorientasi kepastian dan kemapanan. Mereka sudah tidak minat eksperimen dan spekulasi-spekulasi. Sudah hilang kreativitas dalam dirinya.
Lain lagi dengan Efriza dari Citra Institute. Dia mengatakan, perilaku pemilih pada dasarnya yang akan hadir dalam tindakan pemilih di TPS. Sebab, dikatakan Efriza, mengenai generasi tak bisa menjadi dasarnya seperti generasi X, Y, dan Z.
Hanya saja disebutkan Efriza, kecenderungan perilaku mereka dalam keseharian, terkadang dianggap turut memengaruhi.
“Misalnya, generasi X lebih mendasarkan pada sikap rasional, usia mereka dengan pengalamannya tentu saja memengaruhi pola mereka bertindak memilih, artinya mereka dapat mendasari berdasarkan pengalaman terlibat dalam pemilu sehingga mereka menggunakan rasional dalam memilih, mereka juga sudah punya ketetapan hati dalam memilih,” jelas Efriza.
“Sedangkan generasi X dan Z mengembangkan pemahamannya juga menggunakan pengalamannya hanya saja umumnya mereka menggunakan pemahaman akan politik kurang begitu cermat, sehingga mereka tidak punya putusan dengan dasar yang kuat, sifat politiknya dinamis, dan cenderung ambigu,” tambahnya.
Efriza menjelaskan, ada perbedaan pemilih antara orang tua dan anak muda. Hal ini disebabkan penilaian dasar orang yang lebih tua masih menitikberatkan kepada pengalamannya, pengetahuannya, dan mereka akan menggunakan dasar itu sebagai acuan memilih.
“Sedangkan generasi muda, acap berbeda, mereka masih belum konsisten dalam memilih karena sifat dasar mereka yang belum punya banyak pengalaman. Namun mereka akan belajar mendalami sisi calon, sayangnya inilah yang membuat mereka tidak punya ketetapan dalam memilih,” ujarnya.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)