RUANGPOLITIK.COM – IPO melakukan survei kembali terhadap elektabilitas tiga capres-cawapres yang akan maju pada Pilpres 2024 mendatang. Hasilnya adalah Prabowo-Gibran masih berada di urutan paling atas, kemudian disusul Anies-Cak Imin dan terakhir adalah Ganjar-Mahfud.
Bahkan hasil ini bisa dikatakan menguntungkan Anies-Cak Imin karena elektabilitasnya merangkak ke posisi 30 persen. Padahal sebelumnya PDIP dan paslonnya memainkan isu yang menyerang Prabowo-Gibran.
Pengamat Politik dari Citra institute Efriza mengatakan, hasil survei menunjukkan pergeseran suara Pasangan Ganjar-Mahfud dari sebelumnya di peringkat kedua malah mengalami penurunan suara. Kini posisinya berhasil direbut oleh Anies-Imin, Ganjar-Mahfud malah berada di posisi buncit urutan ketiga.
Dia menyebutkan, faktor yang menyebabkan penurunan elektabilitas pasangan Ganjar-Mahfud adalah karena PDIP dinilai publik tidak satu rampak barisan. Sisi elite teratas PDIP, memilih berkomentar menjadi negarawan, sejuk, berusaha memaafkan perilaku Jokowi dan Gibran meski tak melupakan, seperti Puan Maharani.
“Tapi elite papan tengahnya, malah bersikap menyerang figur Jokowi dan Gibran, namun secara bersamaan kemudian berusaha diralatnya, lihat saja kasus Pemecatan Gibran dan Bobby tak jelas, berikutnya soal status menteri PDIP loyal atau terpaksa. Sikap tak konsisten ini yang dikoreksi oleh Publik, akhirnya sudah diduga akan penurunan elektabilitas Pasangan Ganjar-Mahfud,” kata Efriza kepada Rupol, Rabu (22/11/2023).
Dia menjelaskan, bila perilaku yang tak disukai publik berikutnya adalah sikap Ganjar. Di mana dikatakan Efriza, Ganjar hanya asyik menyerang Jokowi dan Gibran, sedangkan ia lupa menawarkan gagasan, program kerjanya.
“Ganjar malah asyik sebagai analisis dalam peristiwa politik ketatanegaraan, bukan sebagai capres. Padahal sisi lain, dua periode Ganjar memimpin sebagai Gubernur Jawa Tengah hanya berkategori nilai B saja,” kata Efriza.
“Maksud pernyataan ini adalah ia sebagai eksekutif daerah saja tak istimewa kinerja, lalu gimana meyakinkan publik jika tak ada gagasan-gagasannya yang disampaikan untuk menawarkan kesejahteraan masyarakat untuk menjadi perbincangan publik. Publik malah menilai ini ironi,” tambahnya.
Hal lain, disebutkan Efriza, Ganjar lupa bahwa Gibran hanya diam tak membalas. Penilaian publik malah menghasilkan sentimen positif kepada pasangan Prabowo-Gibran.
Dia menegaskan bahwa, simpatik publik hadir, sebab Publik menilai buruknya Jokowi dan Gibran toh awalnya adalah produk PDIP, buruknya Jokowi juga Ganjar hasil endorse Jokowi pula. Inilah akhirnya menjadi bumerang bagi PDIP.
“Publik menilai Ganjar cuma berusaha meraih simpatik kami saja agar elektabilitasnya tinggi,” tuturnya.(***)
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)