RUANGPOLITIK.COM — Berdasarkan Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2023 melarang perangkat desa terlibat kampanye dan partisan dalam mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024.
Pada Pasal 280 ayat 2 huruf i dijelaskan perangkat desa dilarang dilibatkan sebagai pelaksana, peserta dan tim kampanye.
Kemudian pada Pasal 282 dikatakan perangkat desa tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan salah satu paslon.
Pasal 282 berbunyi: “Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.”
Jika perangkat desa tidak netral, maka terancam pidana maksimal satu tahun penjara. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 490 yang berbunyi:
“Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Adapun bagi pelaksana, peserta dan atau tim kampanye pemilu akan disanksi pidana maksimal 2 tahun jika secara sengaja melanggar ketentuan pelaksanaan pemilu. Hal itu sesuai dengan Pasal 521 yang berbunyi:
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Ketentuan aturan itu berlaku pada masa kampanye. Adapun masa kampanye dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Namun, Peneliti Perludem Ihsan Maulana menilai jika indikasi pelanggaran kampanye, maka harus ditindak sejak dini. Salah satunya seperti sikap ribuan kepdes yang memberi sinyal dukungan terhadap paslon Prabowo- Gibran dalam acara Silaturahmi Desa Bersatu di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11).
“Ini merupakan indikasi atau dugaan awal untuk terjadinya pelanggaran-pelanggaran lain yang berpotensi terjadi oleh kepala desa/aparatur desa selama pemilu, yang itu tidak diperbolehkan di dalam UU Pemilu,” kata Ihsan, Senin (20/11).
Seperti diketahui sebelumnya, delapan organisasi kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberi sinyal dukungan kepada pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sinyal dukungan itu ditunjukkan dengan langkah Desa Bersatu yang mengundang Prabowo-Gibran di acara Silaturahmi Desa Bersatu di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11).
Koordinator Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Muhammad Asri Annas mengatakan Prabowo-Gibran adalah pasangan capres dan cawapres yang peduli dengan desa.
Meski begitu, Ia menuturkan pihaknya tidak mau secara tegas mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo-Gibran. Sebab, hal itu bertentangan dengan undang-undang (UU).
“Kalau mau memberikan dukungannya penuh kepada capres atau cawapres, tidak harus deklarasi kalau kami mau,” kata Annas.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar juga telah menegaskan perangkat desa dan kepala desa harus netral pada Pemilu 2024.
Hal tersebut juga menanggapi terkait perangkat desa dan kepala desa mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan capres cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka beberapa hari lalu.(Asy)
Editor: Syafri
(Rupol)