RUANGPOLITIK.COM – Bobby Nasution dipecat sebagai kader PDIP. Ini dibuktikan oelh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Medan yang merilis surat pemecatan tersebut.
Dalam surat tersebut, Bobby dinyatakan telah melakukan pelanggaran etik dan disiplin anggota partai. Menantu Presiden Joko Widodo itu tak mematuhi arahan partai karena mendukung capres dan cawapres dari partai lain.
Padahal sebelumnya, Bobby hendak mengembalikan KTA miliknya ditanggal cantik. Para pengamat politik bahkan mengomentari hal tersebut.
Efriza, pengamat politik dari Citra Institute mengatakan, Institusi PDIP harus berani mengambil sikap tegas. Di mana ketika batas waktu terlewati, semestinya sikap resmi dikeluarkan karena batas toleransi sudah diberikan kepada Bobby untuk mengembalikan KTA.
“Bobby sedang sengaja menggantung statusnya di PDIP, dengan sekaligus menyindir terkait KTA-nya akan dibalikin tetapi menunggu tanggal cantik. Bisa saja, tanggal cantik itu adalah ketika Pasangan Prabowo-Gibran masuk putaran kedua, itu namanya perilaku meledek PDIP secara organisasi,” kata Efriza.
Namun, Sholeh Basyari Direktur Eksekutif CSIIS memiliki pendapat lainnya. Dia mengatakan, PDIP mestinya confidence menarik KTA Bobby, Gibran bahkan KTA Jokowi.
“Penarikan KTA dari kader mbalelo seperti yang dilakukan kepada Budiman Sudjatmiko, juga pada mantan wak gubernur Jawa tengah rustriningsih,” ujarnya kepada Rupol.
Dia mengatakan, PDIP tidak melakukan hal yang sama kepada PDIP karena sejauh ini, sikap PDIP terbaca terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama dikatakan Sholeh adalah kubu yang lunak yang diwakili oleh puan Maharani dan Bambang pacul.
Sedangkan satu lagi kubu yang keras kepada keluarga Jokowi yang disuarakan oleh Adian Napitupulu, Hasto Kristiyanto, basyarah dan panda Nababan. Dia mengatakan, dua kubu ini lebih menggambarkan masa depan PDIP paska Megawati.
“Ke depan tampaknya terjadi persaingan sengit sesama wangsa bung Karno. Persaingan terjadi antara kubu puan melawan kubu Prananda. Idealnya kader diperlukan secara sama. Preseden terbaik tentang ini adalah ketika kader partai dipandang sebagai petugas partai, apapun jabatannya di pemerintahan,’ ungkap Sholeh.
Dia menjelaskan, perpecahan yang ada di samping akibat faktor eksternal (konflik dengan keluarga Jokowi), tetapi juga konflik antara puan dengan Prananda. Prananda tengah membangun kekuatan dengan menempatkan orang-orang kepercayaannya di nomor jadi caleg.
Sementara dikatakan Sholeh, Puan menyikapinya dengan sedikit menyandar ke Jokowi dengan sikap lunaknya kepada Gibran, Kaesang, juga ke Bobby. Bahkan dia menegaskan, Puan bermain aman dengan cara berkompromi dengan keluarga Jokowi.
“Puan kabarnya awalnya juga kurang nyaman dengan penunjukan Ganjar Pranowo sebagai capres PDIP,” kata dia.
Sholeh menambahkan, saat ini bisa dikatakan, Puan pura-pura mendukung saja pilihan PDIP.
“Disebut pura-pura sebab, kalau Ganjar benar-benar menang, artinya hilangnya peluang puan sebagai ketua umum PDIP serta bisa jadi akhir dari karir politik puan. Kemenangan Ganjar adalah kemenangan kubu Prananda,” kata dia.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)