Bulog satu-satunya harapan untuk menghadirkan beras murah. Namun Hajrah mengaku kesulitan mendapatkan beras Bulog.
RUANGPOLITIK.COM –Harga beras terus melambung hampir dua bulan belakangan. Tahun ini harga beras diperkirakan terus melambung tinggi.
Saat ini harga beras di pasar tradisional sudah di atas Rp13 ribu per kilogram (kg). Itu didapatkan dari pabrik penggilingan di daerah penghasil beras Pinrang dan Sidrap.
Pedagang tak bisa berbuat apa-apa, sebab harga dari distributor juga sudah mahal.
“Kita kasian juga, pembeli tiap hari mengeluh harga beras tambah mahal,” ujar Hajrah, pedagang beras di Pasar Daya, Selasa, 26 September.
Bulog satu-satunya harapan untuk menghadirkan beras murah. Namun Hajrah mengaku kesulitan mendapatkan beras Bulog.
Setiap pekan ini hanya dapat 500 kilogram, itupun jatah paling banyak dalam bulan ini. Sementara beras premium makin sulit didapatkan.
“Saya kan jualan di pasar jadi prioritas dapat beras Bulog, tapi sekarang terbatas. Stok beras menipis,” katanya.
Hal sama dikeluhkan Erika. Dia mengeluhkan harga yang terus naik. Setiap pekan ada kenaikan Rp5 ribu dalam sekarung. Dia keberatan lantaran setiap hari membeli beras untuk keperluan warung.
“Kita jualan nasi tidak naikkan harga, pelanggan protes. Terpaksa keuntungan yang menipis,” sesalnya.
Harga beras yang melambung tinggi diperkirakan masih akan berlangsung beberapa bulan ke depan. Hal itu disebabkan adanya jeda waktu puncak el nino yang berimbas kepada kondisi komoditas pangan. Puncak el nino belum terjadi saat ini.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, dampak el nino harus terus diwaspadai hingga beberapa waktu ke depan.
“Jadi kalau dilihat el nino yang sekarang ini dampaknya lagging. Saat ini masih mild. Ujungnya akan ada dua dampak, yakni penurunan produktivitas komoditas pangan, dan untuk negara-negara yang konsumsi pangannya tinggi kan pasti butuh impor,’’ ujarnya, kemarin.
Andry melanjutkan, kebijakan yang diambil oleh negara-negara asal pengekspor beras juga patut diwaspadai. Sebab, jika negara-negara seperti India, Vietnam, maupun Thailand yang notabene pengeskpor beras untuk Indonesia melakukan pembatasan, tentu kondisi itu bukanlah hal yang baik bagi Indonesia.
“Kalau mereka inward looking policy dengan melakukan pembatasan ekspor untuk mengamankan suplai bagi negaranya, otomatis harga beras atau pangan dalam negeri melonjak,’’ jelas dia.
Padahal, lanjut Andry, menjaga agar harga pangan tetap terkendali merupakan hal yang penting. Dengan begitu, ekspektasi inflasi juga bisa terjaga dalam batas yang sesuai sasaran.
Apalagi, ekspektasi inflasi merupakan salah satu indikator penting bagi pasar keuangan. Sehingga, dia mengimbau agar terus mewaspadai isu-isu ketahanan pangan maupun perubahan iklim yang akan membawa dampak ke berbagai sektor.
“Perlunya menjaga ekspektasi inflasi tetap rendah. Ini bisa berlangsung terus menerus karena menjadi faktor black swan setelah pandemi Covid-19 ataupun perang (Rusia-Ukraina),” jelasnya.
Untuk mengatasi harga beras yang melambung tinggi, meningkatkan suplai beras ke pasar adalah salah satu cara yang tengah didorong.
“Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan terkait bisa mendorong terciptanya solusi. Kami berharap Bulog segera menggelontorkan berasnya di pasar,” ungkap Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)