Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkapkan, tindakan KPU tersebut telah melanggar kode etik. Karena itu, pihaknya berharap DKPP menjatuhkan sanksi. Yakni, sanksi berupa pemberhentian sementara.
RUANGPOLITIK.COM – Sidang pengaduan Bawaslu dengan teradu para anggota KPU RI, Senin, 4 September digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dalam tuntutannya, Bawaslu meminta DKPP untuk memberhentikan sementara seluruh anggota KPU RI.
Persidangan itu merupakan buntut kebijakan KPU RI yang tidak memberikan akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) Bacaleg kepada Bawaslu. Pembatasan Silon itu dinilai menyulitkan kerja pengawasan dalam tahapan pencalegan. Karena itu, Bawaslu pun mengadukan ke DKPP.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkapkan, tindakan KPU tersebut telah melanggar kode etik. Karena itu, pihaknya berharap DKPP menjatuhkan sanksi. Yakni, sanksi berupa pemberhentian sementara.
Selain tidak memberi akses, Bagja menyebut, KPU juga melakukan pembatasan akses pengawasan melekat. Dalam proses verifikasi administrasi, KPU menerapkan pembatasan personel dan durasi waktu pengawasan.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengungkap, secara kelembagaan Bawaslu sudah meminta akses Silon tersebut jauh-jauh hari. Sejak 30 April 2023, pihaknya telah melayangkan surat sebanyak empat kali. Namun, KPU tidak merespons dengan baik.
“Tidak ada itikad baik dari para teradu (anggota KPU RI, red) untuk memberikan akses data dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh,” katanya di kantor DKPP.
Lolly menyatakan, dalam proses selanjutnya KPU memang memberikan akses. Namun, hanya pada satu halaman depan/beranda saja.
Adapun fitur data partai politik, data calon, dan penerimaan pada Silon yang digunakan dalam pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota tidak diberikan.
Dengan terbatasnya akses data dan dokumen dalam Silon, lanjut Lolly, telah menyebabkan Bawaslu tidak dapat memastikan kelengkapan, kebenaran serta kegandaan pencalonan bacaleg dalam proses verifikasi administrasi.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Idham Holik menilai, tuntutan Bawaslu itu tidak beralasan. Dia justru mempertanyakan sikap Bawaslu yang melaporkan KPU ke DKPP.
Idham mengatakan, saat Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 terkait pencalonan disusun, Bawaslu juga hadir. Selama prosesnya, tidak ada keberatan dari Bawaslu tentang Silon. Nah, KPU menjalankan aturan itu, namun Bawaslu justru mengadukannya ke DKPP.
“Apabila peraturan di bawah Undang-undang itu diduga melanggar, maka bisa dilakukan judicial review. Malah kami dilaporkan ke DKPP,” ujarnya.
Idham menilai, laporan Bawaslu tidak relevan. Dia menegaskan, tidak ada asas etik dan profesionalisme yang dilanggar KPU. “Jadi, saya secara pribadi juga menilai laporan tersebut cukup aneh,” imbuhnya.
Dia juga mengklaim bahwa pihaknya telah memberikan akses Silon kepada Bawaslu. Dengan catatan, Bawaslu mendapati temuan yang perlu diklarifikasi ke Silon. “Tapi, ternyata sampai hari ini (kemarin, Red) tidak ada temuan dari bawaslu,” pungkasnya.
Selain mendengarkan laporan Bawaslu sebagai pengadu dan para anggota KPU RI sebagai teradu, kemarin DKPP juga meminta keterangan sejumlah saksi dan ahli. Rencananya, sidang tersebut akan dilanjutkan pada Rabu depan.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)