Selanjutnya, Polri akan melakukan pengusutan unsur pidana dan etik secara paralel, di mana proses pidana ditangani oleh Polres Bogor, sedangkan etiknya ditangani oleh Divisi Propam Mabes Polri.
RUANGPOLITIK.COM —Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan memastikan dua tersangka kasus polisi tembak polisi yang menewaskan anggota Densus 88, Bripda IDF di Bogor telah diamankan.
Tersangka berinisial Bripka IG dan Bripda IMS akan diproses secara hukum baik dari segi pidana maupun dugaan pelanggaran terhadap kode etik kepolisian.
Adapun menurut Ahmad, kedua tersangka kasus ini tidak ditempatkan di satu lokasi. Salah satunya ditahan di tempat khusus (patsus)
“Yang jelas salah satu tersangka telah diamankan, dan satu tersangka dipatsus,” katanya.
Selanjutnya, Polri akan melakukan pengusutan unsur pidana dan etik secara paralel, di mana proses pidana ditangani oleh Polres Bogor, sedangkan etiknya ditangani oleh Divisi Propam Mabes Polri.
“Untuk proses pidananya ditangani oleh Polres Bogor. Sedangkan untuk kode etik, karena ini anggota adalah Densus, merupakan satker Mabes, ditangani oleh Divisi Propam Mabes Polri,” katanya.
Di sisi lain, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai sebaiknya Polri melibatkan pihak eksternal demi menjaga objektivitas kerjanya.
Selain itu dia mengingatkan agar Polri tetap transparan dalam mengusut tuntas kasus kematian Bripda IDF yang diduga tewas akibat tertembak oleh dua seniornya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
“Agar tidak mengulang kasus Duren Tiga (pembunuhan Brigadir Joshua), Polri harus benar-benar transparan dalam mengungkap kasus tersebut (penembakan Bripda IDF),” kata Bambang di Jakarta, Kamis, 27 Juli 2023.
“Sebaiknya melibatkan pihak-pihak eksternal untuk menjaga objektivitas dan transparansi,” ujar dia.
Berbeda dari kasus sebelumnya, hemat Bambang kali ini Polri harus membuktikan bahwa kata-kata ‘tidak ada toleransi bagi oknum Polri yang terlibat’, dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan bukan sekadar retorika belaka.
“Problemnya, revolusi mental itu tak akan pernah ada bila selalu ada toleransi pada pelanggaran hukum oleh anggota,” ucapnya.
“Publik memiliki logika sendiri yang tidak bisa diatur dengan retorika-retorika yang tidak masuk logika,” kata Bambang.
Hal ini berkaitan dengan akuntabilitas Polri yang dipertaruhkan lantaran kejahatan yang berulang riskan dikaitkan dengan perilaku dan budaya organisasi.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)