Dia lantas menyandarkan keputusan pembinaan ini kepada Pasal 31 ayat (3) UUD RI 1945. Di dalamnya, jelas bahwa pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
RUANGPOLITIK.COM —Rencana pembinaan alih-alih pembubaran terhadap Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun disebut selaras dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dirjen HAM RI Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra sepakat dengan keputusan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Dhahana, penutupan ponpes akan menimbulkan permasalahan lain, utamanya ancaman terhadap hak pendidikan ribuan santri di Al Zaytun. Dia mengatakan kontroversi masih bisa diselesaikan dengan opsi yang lebih ‘ramah’ bagi para peserta didik.
“Terlepas dari kontroversi yang sedang ramai dibincangkan publik, kita jangan sampai melupakan hak asasi anak-anak yang menjadi santri di Al Zaytun, utamanya mengenai hak atas pendidikan,” ujar Dhahana kepada awak media, Sabtu, 15 Juli 2023.
Dia lantas menyandarkan keputusan pembinaan ini kepada Pasal 31 ayat (3) UUD RI 1945. Di dalamnya, jelas bahwa pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tak hanya itu, menurut Dhahana, langkah pembinaan Al Zaytun oleh pemerintah juga bersesuaian dengan semangat dalam Konvensi Hak Anak. “Kepentingan terbaik bagi anak juga mesti kita terapkan dalam menentukan nasib anak-anak yang menjadi santri di Al Zaytun,” ujarnya.
Namun, terlepas dari hak santri yang diperjuangkan, Dhahana tetap menilai ada problematika dalam pengelolaan Al Zaytun. Untuk itu dia mendesak keterbukaan ponpes di kemudian hari. Transparasi publik, baginya mesti menjadi catatan serius bagi pengelola pesantren tersebut.
“Setelah menghadapi polemik ini, kami berharap ke depan pengelolaan Al Zaytun mesti lebih transparan kepada publik, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” ucap dia.
Sebelumnya, terendus dugaan penyalahgunaan kekayaan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun oleh Panji Gumilang dan keluarganya. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan ada temuan berupa kepemilikan lahan.
Mahfud memastikan temuan tersebut telah sampai ke tangan Bareskrim Polri. Data kepemilikan lahan itu, kata Mahfud didapat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Adapun BPN hingga kini masih menelusuri tanah-tanah milik pimpinan pondok yang tengah berkasus itu.
“(Informasinya) agak lebih fantastis, kami sudah melaporkan adanya sertifikat tanah atas nama Panji Gumilang dan keluarganya yang diduga ada kaitan dengan penyalahgunaan kekayaan Al Zaytun,” kata Mahfud, Selasa, 11 Juli 2023.
“Tanah-tanah itu ditulis atas nama pribadi Panji Gumilang, istri, dan anak-anaknya,” ucapnya lagi.
Mahfud menegaskan, terdapat ratusan bidang tanah, tepatnya 295 atas nama Panji Gumilang, istri, hingga anak-anaknya. BPN masih terus mencari data lain melengkapi temuan ini.
“Sesudah kami cek ke BPN, yang namanya Panji Gumilang dan istrinya, Khairunisa, dan Alwidah, dan siapa lagi. Pokoknya jumlahnya 295 sertifikat, masih dicari lagi,” ujar dia.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)