Kendati demikian, Paloh mengaku tak akan lagi menyodorkan nama pengganti Plate di kabinet Presiden Joko Widodo. Ia juga menantang Kejagung periksa NasDem atas kasus Plate.
RUANGPOLITIK.COM —Penetapan Menkominfo Johnny G Plate sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara pemancar (BTS) jaringan 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 BAKTI Kominfo membuat Ketua Umum NasDem Surya Paloh menggelar rapat darurat bersama petinggi partai.
Tak hanya elite partai NasDem, Anies Baswedan yang merupakan bakal calon presiden (bacapres) koalisi perubahan bersama PKS dan Demokrat di Pilpres 2024 ikut dipanggil.
Usai bertemu Anies mengaku salut dengan Paloh yang berani mengambil risiko besar atas pilihan politik partai jelang Pemilu 2024. Anies juga mengatakan Tuhan akan berpihak pada kebenaran atas cobaan besar yang dialami Nasdem.
Sementara itu, Surya Paloh mengaku penetapan Plate berpengaruh pada pencapresan Anies. Paloh juga menyinggung hukum alam jika benar penetapan tersangka terhadap Plate ini tidak terlepas dari intervensi politik dan kekuasaan.
Kendati demikian, Paloh mengaku tak akan lagi menyodorkan nama pengganti Plate di kabinet Presiden Joko Widodo. Ia juga menantang Kejagung periksa NasDem atas kasus Plate.
Sebelum Plate jadi tersangka dan ditahan, Paloh sudah pernah menyinggung bahwa secara normatif, partainya sudah tidak dibutuhkan oleh Jokowi dalam koalisi pendukung pemerintahan. Hal itu disampaikan bekas politikus Golkar tersebut usai NasDem tak diundang Jokowi rapat di Istana Negara bersama partai koalisi. Kala itu Jokowi juga menyindir bahwa NasDem sudah punya koalisi sendiri.
Pengamat Politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai kasus dugaan korupsi BTS Kominfo oleh Plate berdampak ke NasDem. Ia menilai NasDem tengah berada di posisi yang pasif.
NasDem, jelas dia, bakal menerima jika kadernya di-reshuffle namun juga enggan mengundurkan diri. Ia menyebut NasDem sedang melihat sikap Jokowi terhadap kader selain Plate yang juga menjabat sebagai menteri di kabinet Jokowi.
“Justru Surya Paloh akan melihat apa sikap Jokowi dengan kondisi ini, di situlah baru Nasdem akan bersikap merespons yang dilakukan Presiden Jokowi. Melihat kondisi ini posisi NasDem memang sudah lemah. Karena keteguhan hatinya untuk tidak mendukung keinginan Jokowi dalam pencalonan presiden (di Pilpres 2024). Tentu ini jadi alasan Jokowi,” ujar Asrinaldi.
Ia menilai Jokowi tidak melanggar etika apabila mengambil langkah untuk ganti semua kader NasDem dalam jajarannya.
Asrinaldi menyebut bisa jadi Jokowi menganggap NasDem tidak lagi berkomitmen dengan kesepakatan yang dibangun, sehingga layak dikeluarkan dari Pemerintahan.
Hal itu, jelas dia, sudah terlihat ketika Jokowi tidak mengundang NasDem dalam pertemuan partai koalisi di Istana.
Atas dasar itu, Asrinaldi menyebut NasDem lebih baik keluar dari jajaran parpol koalisi pemerintahan.
“Pilihannya (NasDem) mestinya keluar dari pemerintahan sambil menunjukkan sikap politiknya kepada Jokowi. Itu lebih terhormat dan gentlement,” jelas Asrinaldi.
Terpisah, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategis Arifki Chaniago mengatakan sosok yang bakal menjadi pengganti Johnny Plate di kabinet Jokowi menjadi penting untuk diperhatikan karena dapat menjadi kode soal nasib NasDem ke depan.
“Yang paling menarik itu siapakah pengganti Johnny Plate. Ketika pengganti Johnny Plate masih kader NasDem, artinya Nasdem masih dianggap oleh pemerintahan Jokowi. Dan ketika penggantinya di luar NasDem, berarti ini secara gak langsung cara NasDem dikeluarkan dan dikucilkan sebagai bagian dari kabinet,” kata Arifki.
Selain itu, Arifki melihat secara politik, dukungan NasDem kepada Anies Baswedan juga berdampak pada konstelasi dan posisi NasDem di kabinet Jokowi. Ia menyebut dengan adanya kasus dugaan korupsi BTS yang menyeret Johnny Plate ini secara tidak langsung memudahkan Jokowi untuk mengeluarkan kader NasDem dari jajarannya.
Sebab, secara tidak langsung Jokowi punya kepentingan dengan penerusnya di Pemilu 2024. Arifki mengatakan skema yang dibuat oleh NasDem itu berseberangan dengan keinginan Jokowi karena Anies mengidentikkan dirinya oposisi atau antitesis Jokowi.
Arifki menilai semakin kencang kritik yang dilayangkan NasDem dan Anies, maka secara tidak langsung akan membuat Jokowi tidak nyaman. Sebab, kader NasDem masih menduduki dua bangku menteri.
“Mungkin-mungkin saja kan pak Jokowi akan mengkritik atau mungkin akan mengganti dua menteri NasDem yang lainnya karena tidak lagi sepaham dengan narasi pemerintah,” jelas Arifki.
Kendati demikian, Arifki NasDem juga dinilai sulit untuk hengkang dari koalisi Jokowi lantaran lemahnya daya tawar NasDem kini.
“Menurut saya, NasDem bakal kesulitan untuk keluar sendiri. Karena jika ia keluar sendiri bakal dianggap meninggalkan Jokowi. Tawar menawar NasDem dengan Jokowi tidak lagi terlalu strategis seperti dulu,” kata Arifki.
Nasdem harus sadar, Anies makin gencar kritik
Arifki juga merespons sikap Anies Baswedan yang makin gencar dan terang-terangan melayangkan kritik terhadap pemerintah Jokowi. Menurut Arifki, secara tidak langsung, NasDem bisa jadi membaca bahwa dirinya akan dikeluarkan dari kabinet Jokowi.
Arifki menilai Anies tidak memiliki pilihan lain, kecuali mengkritik pemerintah dengan menggunakan narasi oposisi, untuk menggaet suara pemilih di Pilpres 2024 mendatang.
“Makanya pandangan-pandangan frontal terhadap pemerintahan Jokowi adalah cara bagi Anies untuk membangun batas atau garis bahwa dia bukan bagiannya Jokowi,” jelas Arifki.
Menteri Nasdem tidak nyaman
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai kasus Plate akan membuat menteri NasDem yang lain menjadi tidak nyaman dalam menjalankan tugasnya.
Atas dasar itu ia menilai NasDem mestinya menarik para kadernya dari jabatan menteri dari kabinet Jokowi demi menjaga martabat partai.
“Surya Paloh seyogyanya sensitif melihat itu daripada menteri-menterinya bekerja tidak nyaman dan itu bisa jadi dibuat sengaja tidak nyaman, kan lebih baik didahului dengan menarik para menterinya. Itu akan membuat harga diri NasDem lebih tinggi dan menunjukkan bahwa NasDem itu tidak sekadar menempatkan mentri-menterinya untuk mendapatkan kekuasaaan. Tetapi niat awal mereka adalah utnuk membantu Jokowi agar periode Jokowi itu sukses,” kata Jamiluddin kepada awak media.
Di sisi lain menurut Jamiluddin, Jokowi terlihat sulit menendang kader NasDem dari kabinet lantaran jasa NasDem cukup besar dalam pemenangannya dulu. Ia menyebut ada dua kemungkinan yang bakal dilakukan Jokowi, yakni menunggu kasus seperti yang terjadi pada Johnny Plate atau membuat menteri NasDem tidak betah.
“Yang lebih utama saya melihatnya begini, kalau NasDem tidak segera menarik menterinya dari kabinet, ini kan membuat NasDem juga akan serba salah saat mengusung Anies. Karena kalau NasDem tetap ada di koalisi, tentu NasDem tidak bisa atau tidak leluasa untuk menyatakan sikap-sikap politiknya,” jelas Jamiluddin.
NasDem dinilai bakal mendapat keuntungan jika memilih menjadi partai opsisi pemerintah. NasDem disebut dapat lebih leluasa untuk menetapkan strategi untuk mendongkrak elektabilitas Anies dan mendukang suara dari masyarkat yang berseberangan dengan pemerintah.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)