Dalam keynote speech dan sambutan membuka diskusi, Rektor UKI Dhaniswara K. Harjono menceritakan situasi Indonesia sejak tahun 1980 hingga 1990-an, dan menjelang jatuhnya Rezim Orde Baru pada 1998. Dhaniswara juga mengajak semua mahasiswa untuk menggali, memahami dan meneruskan cita-cita Reformasi 98.
RUANGPOLITIK.COM —Para mahasiswa saat ini diminta terus menggali, memahami dan meneruskan cita-cita Reformasi 1998 dengan berani melawan lupa dan tidak perlu takut berjuang membela kepentingan bangsa dan negara.
Para mahasiswa dan aktivis 1998 telah menunjukkan contoh bagaimana melawan rezim otoriter Orde Baru dan berhasil melengserkan Soeharto.
Hal tersebut merupakan salah satu inti dari diskusi interaktif bertajuk “Refleksi 25 Tahun Reformasi: Kami Tidak Pernah Lupa Siapa Pelakunya!” di Gedung Grha William Soeryadjaya, UKI Cawang, Jakarta, Jumat (12/5/2023). Diskusi ini diselenggarakan atas kerja sama Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 DKI Jakarta.
Diskusi ini menghadirkan narasumber aktivis Forum Kota (Forkot) Batara Imanuel Sirait; pengacara Forkot 98 Saor Siagian, dan Komisioner Komnas HAM Suarlin Siagian dengan dimoderatori oleh Fendy Mugni dari Presnas DKI Jakarta Pena 98.
Dalam keynote speech dan sambutan membuka diskusi, Rektor UKI Dhaniswara K. Harjono menceritakan situasi Indonesia sejak tahun 1980 hingga 1990-an, dan menjelang jatuhnya Rezim Orde Baru pada 1998. Dhaniswara juga mengajak semua mahasiswa untuk menggali, memahami dan meneruskan cita-cita Reformasi 98.
“Acara ini akan bermanfaat untuk adik-adik mahasiswa yang mungkin belum tahu secara penuh apa yang terjadi di 1998, dan apa pelajaran yang bisa kita petik dari perjuangan para aktivis di masa itu,” ujar Dhaniswara.
Dhaniswara mengakui berjuang untuk datang di acara diskusi ini sebagai bagian dari menghormati dan mengenang perjuangan aktivis reformasi, meskipun kondisi tubuhnya sedang tidak fit.
“Tugas belum selesai, misi juga belum selesai. Saatnya mengisi masa depan reformasi, dengan mengenang dan melanjutkan cita-cita reformasi,” katanya.
Sementara aktivis Forkot Batara Imanuel Sirait mempunyai segudang cerita unik saat Reformasi 1998, khususnya bantuan medis dengan semangat solidaritas yang sangat tinggi.
“25 tahun yang lalu, hampir tidak mungkin membuat acara diskusi seperti ini. Kumpul tiga sampai lima orang saja, pasti ada tukang nasi goreng muncul di depan rumah. Semua kita merasakan gas air mata hingga pentungan PHH (pasukan huru hara). Saat itu situasi tentu membuat takut. Namun kita lebih takut lagi jika negara kita hancur,” cerita Batara.
Komisioner Komnas HAM Suarlin Siagian mengatakan, mahasiswa mempunyai posisi spesial dan terhormat, yang dilaksanakan dengan baik dalam aksi 1998 lalu. Namun sayangnya, kata dia, para mahasiswa saat itu mendapat perlakuan yang tidak semestinya.
“Ini menimbulkan trauma tersendiri bagi para mahasiswa yang menjadi aktivis saat itu dan menjadi korban dari tindakan represif aparat. Tidak hanya mahasiswa yang korban, namun keluarga juga ikut merasakan,” ungkap dia.
“Sampai saat ini Presiden telah mengeluarkan satu inpres dan kepres untuk pemulihan terhadap keluarga korban. Itu berita baik untuk setidaknya mengobati para korban dan keluarga yang menderita secara psikologis, sosial dan ekonomi,” kata Suarlin menambahkan.
Pada kesempatan itu, pengacara Forkot 98, Saor Siagian memuji semangat mental para aktivis 98, terutama yang berasal dari UKI. Dia mengaku yel-yel “revolusi sampai mati” membuatnya merinding.
“Dahulu semua yang memekikan yel-yel itu meningkat adrenalinnya dan menjadi berani. Saat itu situasi sangat mencekam dan menakutkan. Kekhawatiran muncul, memikirkan masa depan bangsa,” tutur dia.
Saat ini, kata Saor, masyarakat menikmati perubahan dan keadaan yang diperjuangkan oleh para mahasiswa, aktivis, dan elemen masyarakat pada 1998. Menurut dia, masyarakat saat ini termasuk para mahasiswa berutang pada pahlawan reformasi.
“Kala itu, saya menyaksikan Kawan-kawan Forkot mendapat tekanan yang luar biasa. Namun mereka tidak pernah mau menyerah dan terus berjuang. Inilah semangat UKI. Semangat yang perlu ditiru oleh adik-adik mahasiswa saat ini,” terang Saor.
Moderator Fendy Mugni dari Presnas DKI Jakarta mengatakan perjuangan Reformasi 98 telah membuahkan hasil dan membuat begitu banyak perubahan yang bisa dinikmati dan dirasakan bersama saat ini.
“Perubahan yang terjadi dalam era reformasi memungkinkan kebebasan yang bersama kita rasakan saat ini. Jika dulu ada tiga partai, sekarang kita bisa melihat banyak partai, kebebasan pers, juga kesempatan untuk menjadi penjabat negara. Sehingga memungkinkan orang seperti Jokowi (Presiden Joko Widodo) yang berasal dari keluarga yang bukan apa-apa, tetapi bisa menjadi presiden,” kata Fendy Mugni.
Dalam acara itu, para peserta diskusi juga mengheningkan cipta untuk para aktivis yang telah meninggal dunia dalam perjuangan aksi 98. Selain diskusi, Pena 98 juga memperingati seperempat abad Reformasi dengan menggelar pameran foto yang berisi foto aksi-aksi mahasiswa 1998, dilengkapi memorabilia perlengkapan aksi yang berlangsung di Sekretariat Graha Pena 98 di Jalan HOS Cokroaminoto No. 115, Menteng, Jakarta Pusat. Pameran ini dilaksanakan sejak Kamis (11/5/2023) dan akan berakhir pada Rabu (17/5/2023).
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)