Kondisi jalan yang rusak seperti ini akan berdampak pada efektivitas, keselamatan, dan tentu mempengaruhi iklim investasi serta daya beli masyarakat, seperti yang dikeluhkan pemilik dan pengusaha kuliner di beberapa tempat karena sulitnya akses jalan
RUANGPOLITIK.COM—Kondisi infrastruktur jalan di Indramayu sebagian besar rusak parah—bahkan ada beberapa jalan yang sudah tidak layak untuk dilalui—tetapi terkesan ada pembiaran.
Secara berseloroh, ada yang mengatakan, kondisi jalan seperti ini memiliki blessing indisgues-nya yakni membuat pengguna jalan sering beristigfar, menyebut asma Allah, dan mudah-mudahan masuk surga karena kalaupun meninggal akan khusnul khatimah.
Kondisi jalan yang rusak seperti ini akan berdampak pada efektivitas, keselamatan, dan tentu mempengaruhi iklim investasi serta daya beli masyarakat, seperti yang dikeluhkan pemilik dan pengusaha kuliner di beberapa tempat karena sulitnya akses jalan.
Sebenarnya, apa yang terjadi? Tidak kurang, kondisi semacam ini memantik para politisi di DPRD Kabupaten Indramayu untuk menyoal kebijakan Bupati terkait dengan infrastruktur jalan ini. Bahkan enam Fraksi DPRD Kabupaten Indramayu pada saat pemandangan umum rapat paripurna hasil reses masa persidangan II tahun 2022 menyoroti terkait infrastruktur jalan rusak di Kabupaten Indramayu.
Politisi Partai Golkar, Muhaemin, menyampaikan, “Mayoritas jalanan desa hancur dan berlubang, menjadi kubangan air yang membahayakan pengguna jalan. Pemandangan sisi kanan kiri gelap mencekam di malam hari. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya kecelakaan dan kerawanan kejahatan. Jalan rusak hampir merata di seluruh pelosok Indramayu”.
Padahal, menurutnya, adanya infrastruktur yang bagus seperti sarana jalan dan jembatan akan mampu meningkatkan konektivitas dan menurunkan biaya logistik sehingga produk-produk desa bisa bersaing dengan produk daerah lainnya.
Kebijakan Pembangunan Infrastruktur di Indramayu
Kebijakan pembangunan infrastruktur berawal dari Musrenbang (Musyawarah Rerencanaan Pembangunan) Tingkat Kecamatan yang merupakan forum pembahasan, perencanaan yang mengakomodasi semua aspek kebutuhan masyarakat baik sosial, ekonomi, maupun infrastruktur fisik yang merupakan skala prioritas untuk segera diatasi, yang tidak bisa dilakukan oleh pemerintah desa.
Hasil Musrenbang Kecamatan dihimpun dan dikaji oleh Bappeda Kabupaten sehingga tersusun dalam bentuk Konsep Perencanaan Pembangunan di tingkat kabupaten yang sesuai dengan RPJMD kabupaten dan dipadukan oleh konsep kajian dari masing masing Dinas tingkat Kabupaten sehingga menyatu antara usulan yang bersifat buttom up dan top down.
Konsep perencanaan tersebut dibahas di Forum Musrenbang Tingkat Kabupaten yang dihadiri oleh para Camat, Kadis, dan instansi vertikal tingkat kabupaten, unsur perguruan tinggi, ormas, semua stakeholder sehingga akan muncul skala prioritas perencanaan pembangunan tingkat kabupaten, kemudian dipadukan dengan kemampuan anggaran yang tersedia di Pemda baik yang bersumber dari PAD, dana Perimbangan dari pemerintah pusat, dan pendapatan lainnya yang sah.
Idealitasnya seperti itu kebijakan pembangunan infrastruktur yang harus dijalankan oleh Pemda. Bupati bisa memohon kepada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) bila ada keinginan untuk membangun infrastruktur jalan agar semuanya sesuai keinginan masyarakat agar anggaran untuk pembanguanr infrastruktu diperbesar, dengan catatan tidak mengabaikan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan karena keduanya merupakan urusan wajib dan pelayanan dasar yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah.
Tanggapan Anggota DPRD dan Bupati
Ketua Fraksi Partai Golkar, Muhaemin, buka suara terkait aspek pelaksanaan pembangunan. Dalam pembangunan, infrastruktur merupakan pondasi dasar dalam pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, adanya infrastruktur seperti sarana jalan dan jembatan akan mampu meningkatkan konektivitas dan menurunkan biaya logistik sehingga produk-produk desa bisa bersaing dengan produk daerah lainnya.
“Mayoritas jalanan desa hancur dan berlubang, menjadi kubangan air yang membahayakan pengguna jalan. Pemandangan sisi kanan kiri gelap mencekam di malam hari. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya kecelakaan dan kerawanan kejahatan. Jalan rusak hampir merata di seluruh pelosok Indramayu.”
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Indramayu, Sirojudin, mengatakan secara umum masing-masing fraksi seperti Fraksi Golkar, PDIP, PKB, Gerindra, Demokrat-Perindo, dan Fraksi Merah Putih juga sudah menyampaikan pandangan-pandangan yang sama. Kondisi jalan di Indramayu sangat memprihatinkan.
Ketua Fraksi Merah Putih, Ruswa M. Pd.I, mengatakan berdasarkan hasil reses, pembangunan infrastruktur jalan rusak ini banyak mendapat keluhan dari masyarakat karena sangat berimbas terhadap aktivitas kesehariannya.
“Sampai saat ini, belum ada eksekusi perbaikan jalan yang signifikan di tiap daerah, dan untuk meningkatkan pengelolaan infrastruktur jalan, perlu juga dilakukan inventarisasi dan pendefinisian ruas-ruas jalan yang merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten”.
Menanggapi keluhan masyarakat melalui media sosialnya tentang banyaknya jalan yang rusak, Bupati Indramayu Nina Agustina segera memerintahkan jajarannya untuk mendata dan mengusulkan perbaikannya.
Menurutnya, “Perlu kita ketahui bersama bahwa untuk menyelesaikan seluruh pembangunan jalan di Kabupaten Indramayu, memang tidak bisa dilakukan sekaligus dalam satu tahun. Hal ini berkaitan dengan anggaran yang tersedia. Namun tekad kita akan terus mengutamakan percepatan pembangunan jalan karena hal itu berkaitan erat dengan kelancaran mobilitas orang dan barang serta perekonomian masyarakat.”
Masih menurut Bupati Indramayu Nina Agustina, progres capaian pembangunan jalan beton Kabupaten Indramayu dinilai menggembirakan. Jumlah jalan kabupaten yang sudah dilakukan betonisasi sepanjang 2,466 KM, sementara jalan desa sudah dibeton sepanjang 89,267 KM sehingga total jalan beton yang sudah dibangun mencapai 91,733 KM.
Problem Eksekusi dan Teori Pembangunan
Secara teoretis, proses kebijakan yang dilakukan memang harus dievaluasi karena proses penentuan kebijakan di kita selalu terjebak pada tiga hal; Pertama, elitis: hanya ditentukan oleh orang-orang atau kelompok tertentu. Kedua, instant: hanya kepentingan sesaat dan tidak berdasarkan kajian yang mendalam sampai ke akar rumput berdasarkan data yang diterima. Atau ketiga, terjadi distorsi: perencanaan dan perumusan kebijakan dengan melibatkan steakholder dan anggaran yang mahal sering kali memunculkan penyimpangan dalam tataran implementatif.
Di situ kemudian diperlukan kecerdasan seorang pemimpin dalam melakukan eksekusi kebijakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan sebagai aktor utamanya.
Seperti yang diungkapkan di atas secara idealis, tahapan Musrenbang yang sudah dilakukan, termasuk Bupati bisa memohon kepada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) bila ada keinginan untuk membangun infrastruktur jalan agar semuanya sesuai keinginan masyarakat agar anggaran untuk pembanguan infrastruktur diperbesar, dengan catatan tidak mengabaikan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan karena keduanya merupakan urusan wajib dan pelayanan dasar yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah.
Hal ini bisa dilakukan, yang penting konsisten, dan ada kemauan untuk melayani dan menyejahterakan masyarakat.
Dengan meminjam bahasa Siagian, dalam upaya memilih dan menentukan strategi pembangunan yang tepat, suatu begara bangsa atau daerah harus berangkat dari pandangan bahwa negara bangsa atau daerah yang bersangkutanlah yang menjadi “tuan di rumah sendiri”. “Locus of control” dalam konteks negara harus bersifat internal.
Pandangan itu antara lain berarti bahwa kemampuan sendirilah yang diandalkan, meskipun karena terbatasan yang dihadapi, kerja sama dengan negara lain secara bilateral, multilateral, regional, dan global tetap diperlukan dan dalam konteks daerah, Pemda bisa bekerja sama dengan Provinsi atau Pemerintah Pusat.
Yang pasti, pembangunan merupakan sesuatu yang esensial yang harus dilaksanakan oleh suatu bangsa atau daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan nasional/daerah melalui pertumbuhan dan perubahan secara terencana menuju masyarakat modern.
Mungkin kedengarannya klise apabila dikatakan bahwa melaksanakan tugas pembangunan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh komponen masyarakat.
Meski demikian, seperti yang diuraikan kembali oleh Siagian, harus diakui bahwa pemerintah—dalam hal ini Bupati, Gubernur, atau Presiden—memainkan peran yang dominan dalam proses pembangunan daerahnya. Peran yang bisa dilakukannya adalah selaku stabilisator, inovator, modernisator, pelopor, dan pelaksana kegiatan pembangunan tertentu.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)