RUANGPOLITIK.COM— Aksi kelompok pemberontak yang membuat situasi panas Papua akhir-akhir ini dengan menyandera pilot Susi Air disebut hanya kelompok kecil premanisme yang mencoba untuk memancing simpati publik. Karena itu Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meminta masalah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua tidak dibesar-besarkan.
Hal ini akan membuat gerakan ini menjadi besar karena seolah mendapat panggung dan menarik animo masyarakat. Padahal KKB tak ubahnya seperti golongan preman yang mencoba membuat rusuh dan bukan kelompok yang harus ditakutkan.
Yudo menyebut KKB Papua bakal semakin senang ketika masalah itu diramaikan.
“Jadi begini, masalah Papua ini tidak usah dibesar-besarkan. Nanti, kalau dibesar-besarkan, dia (KKB) semakin senang,” kata Yudo di Kompleks Kesatrian Praja Raksaka, Denpasar, Rabu (22/2/2023).
Menurut Yudo, KKB berbeda dengan mayoritas masyarakat Papua yang ingin hidup damai dan layak. Yudo mengatakan KKB Papua hanya dari kelompok kecil.
“Jadi, ini (KKB) sebagian kecil. Jangan dianggap ini kelompok besar. Itu terlalu dibesar-besarkan kadang-kadang,” ujar Yudo.
Eks kepala staf Angkatan Laut (KSAL) itu menyebut KKB hanya seperti kelompok premanisme. Dia menyebut KKB hanya menakut-nakuti masyarakat untuk meminta uang.
“Kalau di Indonesia, di Jawa, atau di luar daerah, ini kayak premanisme, hanya menekan masyarakat meminta uang. Nanti kalau pas kehabisan duit naik lagi, mengganggu lagi, bakar-bakar lagi, makan korban lagi. Begitu terus dari dulu. Menurut saya, jangan dibesar-besarkan,” tegasnya.
Sementara itu, menurut Kapolres Nduga AKBP Rio Alexander Panelewen menyampaikan kabar terbaru terkait Pilot Susi Air Kapten Philips Max Martheins yang disandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.
“Sudah kami kuasai wilayah yang sebelumnya diduduki mereka (KKB, red). Kami tetap mengedepankan upaya negosiasi. Ya, terserah Egianus mau menyerah atau tidak,” tegas AKBP Rio, Selasa (21/2/2023).
“Saat ini ada 148 warga sipil yang ditampung di pos pengungsian di Kenyam. Mereka kebanyakan berasal dari Distrik Paro. Memang ada juga yang datang, tetapi tidak tinggal di posko pengungsian karena mereka ada keluarga di Kenyam,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)