RUANGPOLITIK.COM— Mantan Ketum PPP Romahurmuziy atau yang dipanggil Romy kembali berkiprah di pentas politik. Ia kembali menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Periode 2020-2025.
Pernyataan ini disampaikan oleh Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono telah mengumumkan struktur pengurus harian terbaru di Jakarta, Selasa, (28/12/2022).
“Rapat pengurus harian ke-15 dalam rangka mengumumkan hasil kerja tim revitalisasi kepengurusan baru. Tidak banyak perubahan, hanya ada penambahan yang semula 46 sekarang menjadi 49 personel,” kata Mardiono.
Salah satu yang mendapat sorotan dari pengurus baru ini adalah masuknya nama Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai.
Romy sempat terjerat kasus suap di Kementerian Agama pada 2019 dan keluar dari PPP. Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menjatuhkan vonis satu tahun penjara untuk Romy. Ia kemudian bebas pada 29 Maret 2020 lalu.
Kembalinya Romy untuk eksis di PPP dibenarkan oleh Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi. Dan ia juga menjelaskan tentang status hukum yang pernah disandang oleh mantan Ketum PPP tersebut.
“Tentu hal tersebut sudah kita pertimbangkan dan Mas Romy di mata teman-teman PPP masih memiliki kemampuan untuk membesarkan partai, berkontribusi membesarkan partai ini,” kata Awiek, Senin (2/1/2023).
Menurut dia, hal ini dipertimbangkan oleh PPP sebelum kembali menerima Romy. Sebagai informasi, Romy adalah mantan tahanan KPK yang bebas pada 29 April 2020.
“Pertama, beliau sudah bebas sejak 3 tahun yang lalu, sudah 3 tahun yang lalu ini sudah bebas. Berdasarkan putusan kasasi beliau hanya divonis satu tahun,” kata Awiek.
“Yang kedua, tidak ada putusan pengadilan yang mencabut hak politik beliau,” sambung dia.
Menurut Awiek, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pencabutan hak politik terhadap mantan tahanan KPK atau koruptor diberlakukan kepada mereka yang dituntut hukuman di atas 5 tahun. Akan tetapi, Awiek mengatakan bahwa Romy dituntut hukuman di bawah 5 tahun, yaitu 4 tahun.
Kembalinya Romy ke panggung politik juga ditanggapi oleh KPK. Melalui Juru bicara KPK Ali Fikri menyebut pihaknya menghormati hak setiap mantan narapidana korupsi sebagai warga negara Indonesia dalam berserikat, berkumpul, dan beraktivitas dalam lingkungannya masing-masing, termasuk kegiatan politik. Sepanjang memang tidak dibatasi oleh putusan pengadilan terkait pencabutan hak politik.
“Tentu aktivitas tersebut setelah para pihak menyelesaikan masa hukumannya,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin, (2/01/2023).
Ali menyebut hukuman bagi para narapidana sepatutnya tidak hanya dimaknai sebagai hukuman untuk memberi efek jera. Namun juga sebagai pembelajaran bagi si narapidana dan juga masyarakat agar tidak kembali terjerat tindak pidana korupsi.
Kembalinya Romy ke PPP dengan jabatan yang baru diembannya ditanggapi secara positif oleh Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Dr Sholeh Basyari saat dihubungi RuPol, Selasa (3/01/2023).
“Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 2, menyatakan bahwa: Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, ” terang Direktur CSIIS ini.
Sehingga Sholeh menilai kembalinya Romy ke PPP tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Merujuk Undang-Undang tersebut Rommahurmuzy yang kembali aktif di PPP bahkan duduk sebagai Ketua Dewan Pertimbangan adalah niscaya. Ketika napi setelah bebas dan diterima dengan baik atau bahkan mendapat kedudukan mulia, berarti Lapas berhasil melakukan pemasyarakatan dan pembinaan,” jelas Sholeh.
Karena itu, Sholeh mengapresiasi langkah mantan Ketum PPP tersebut untuk kembali menggunakan hak politiknya tanpa menghakimi kasus hukumnya di masa lalu sebagai seorang terdakwa. Karena konstitusi masih memberikan hal Romy sebagai warga negara untuk kembali ke panggung politik. Dan ia meminta semua pihak menghormati hal itu.
“Lebih-lebih ketika PPP sangat welcome dengan Romy. Bahwa stigma negatif tentang mantan napi, menjadi beban baginya untuk berproses dlm kehidupan normal, tidak selayaknya kita merasa bertanggung jawab untuk memberi ‘hukuman’ tambahan dengan melokalisir kiprahnya,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)