RUANGPOLITIK.COM — Isu reshuffle kabinet mencuat lagi. Presiden Jokowi sendiri yang melempar sinyal kuat. Partai koalisi yang sebelumnya diisukan mendorong reshuffle kabinet pun tak malu muncul dengan lantang.
Awalnya muncul isu santer partai koalisi pendukung Jokowi mendesak Presiden mereshuffle menteri dari NasDem pasca deklarasi Anies Baswedan sebagai capres partai pimpinan Surya Paloh itu. Namun demikian Presiden Jokowi tak langsung merespons. Isu santer ini pun menguap begitu saja.
Namun demikian belakangan Presiden Jokowi sendiri melempar pernyataan yang terang benderang soal potensi reshuffle kabinet.
“Mungkin. Ya nanti,” kata Jokowi di Bendungan Sukamahi, Bogor, Jumat (23/12/2022).
Pagi ini, usai peresmian Stasiun Manggarai Tahap I, Senin (26/12/2022), Jokowi kembali merespons pertanyaan wartawan soal reshuffle kabinet. Jokowi bicara clue tanpa menyebutkan detailnya.
“Clue nya… ya udah,” ujar Jokowi singkat.
Merespon pergantian menteri di posisi kabinet, siapakah yang akan terdepak? Selama ini tensi politik antara Presiden Jokowi dan Surya Paloh diisukan memanas karena NasDem secara terbuka menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan sebagai capres. Dan hal ini dianggap melukai hati Jokowi yang selama ini dikenal baik berhubungan sangat dekat dengan Ketum NasDem tersebut.
Potensi reshuffle yang kembali mengemuka ini, menurut pengamat politik Ray Rangkuti saat dihubungi RuPol, Senin (26/12) mengatakan jika besar kemungkinan dua menteri NasDem akan terdepak dari kabinet.
“Dua dari 3 kader Nasdem itu potensial akan direshuffle. Yakni menteri pertanian dan informasi. Adapun menteri kehutanan, ibu Siti Nurbaya, saya kira akan tetap dipertahankan. Bukan saja karena alasan tetap perlu mengikat Nasdem agar tidak sepenuhnya keluar dari koalisi, juga karena kinerja dan professionalitasnya cukup baik dan terjaga. Agak sulit mendepak ibu Siti Nurbaya semata karena alasan politis,” jelas Ray.
Sementara menurut Direktur Lingkar Madani (LIMA) ini ada dua alasan mengapa keduanya harus diganti. Yakni berdasarkan penilaian kinerja dan alasan politis yang mengemuka bahwa situasi politik Jokowi dan NasDem sudah tak satu arah meski NasDem menyatakan tetap komit mendukung Jokowi sampai 2024.
“Untuk dua menteri di atas, alasan mengeluarkannya adalah paduan dari kinerja dan politis. Kedua menteri ini, nampaknya, kurang memiliki catatan fenomenal dalam kinerjanya. Ditambah perbedaan politik antara Nasdem dengan pak Jokowi,” ungkapnya.
Namun, jika menilik sejarah politik NasDem sebagai pendukung Jokowi dalam pilpres sebelumnya bisakah NasDem menyatakan keberatan untuk menolak kesepakatan ini berdasar komitmen politik?
“Nasdem tentu bisa menolak reshuffle. Tapi itu penolakan yang sama sekali berdasar politik. Artinya, sekalipun ditolak oleh Nasdem tidak dengan sendirinya menjadi dasar bagi pak Jokowi untuk tidak dapat melaksanakan reshuffle. Saya melihatnya ini soal waktu saja. Reshuffle ini akan dilakukan oleh pak Jokowi. Setidaknya bulan Maret-April tahun depan. Dan reshuffle ini baik bagi pak Jokowi dan juga Nasdem. Agar keduanya bisa fokus pada pilihan politiknya masing-masing,” ulas Ray membaca mengapa reshuffle ini sebaiknya terjadi.
Ray juga melanjutkan tak bisa dipungkiri bahwa pilihan politik NasDem dan Jokowi sudah tak sejalan terutama untuk pilpres 2024 mendatang.
“Nasdem berselera lain: memilih mendukung antitesa pak Jokowi. Dan konsekwensinya, ya berada di luar barisan pak Jokowi. Itulah nalar politiknya. Jangan mau diambil semua: mendukung antitesa pak Jokowi, saat yang sama berada di kabinet pak Jokowi. Tak elok macam ini,” tukas Ray Rangkuti. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)