RUANGPOLITIK.COM – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Peringatan kepada Ketua KPU Kabupaten Dompu, Arifudin.
Sanksi ini dibacakan dalam sidang pembacaan putusan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Arifudin merupakan Teradu dalam perkara Nomor 24-PKE-DKPP/VII/2022 yang diadukan oleh Didik Hermawan Luhulima.
“Menjatuhkan sanksi Peringatan kepada Teradu Arifuddin selaku Ketua merangkap Anggota KPU Kabupaten Dompu sejak Putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis, Dr. Alfitra Salamm membacakan amar putusan perkara Nomor 24-PKE-DKPP/VII/2022.
Berita Terkait:
KPU Tutup Pendaftaran Peserta Pemilu Malam Ini
Anggaran KPU Sudah Cair, Tito Karnavian: KPU Bijak Kelola Anggaran
KPU: 17 Parpol dari 22 Partai yang Mendaftar Telah Lengkapi Dokumen
Ricuh Pendukung KIB Hadiri Pendaftaran Parpol di KPU
Dalam pertimbangan putusan, DKPP menilai Arifudin telah melanggar ketentuan Pasal 90 ayat (4) huruf c Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2021 yang mengatur larangan bagi Penyelenggara Pemilu melakukan pernikahan siri.
Pokok aduan perkara Nomor 24-PKE-DKPP/VII/2022 sendiri memang mendalilkan bahwa Arifudin telah melakukan hubungan tidak pantas di luar pernikahan dengan seorang perempuan yang merupakan Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kabupaten Dompu periode 202-2021.
Dalam sidang pemeriksaan yang dilakukan secara tertutup pada 4 Agustus 2022 lalu terungkap bahwa Arifudin melakukan pernikahan siri dengan Anggota PPS periode 2020-2021, Nurpati, pada 5 Februari 2021. Pernikahan siri ini dilakukan saat Arifudin masih berstatus suami dari Sri Hartati.
Arifudin berdalih bahwa Sri Hartati menderita sakit stroke yang sulit untuk disembuhkan sehingga menghalangi untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
Meskipun telah mendapat izin dari Sri Hartati untuk melakukan poligami, DKPP menilai bahwa Arifudin telah mengabaikan ketentuan selain Pasal 90 ayat (4) huruf c PKPU 4/2021 yang telah disebutkan di atas, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 3 ayat (2) serta Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan menyebutkan bahwa pernikahan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk menikah lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.
Sementara, Pasal 4 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan sesuai tempat tinggalnya.
“Ketentuan tersebut diabaikan oleh Teradu melalui tindakan melaksanakan perkawinan kedua secara siri sebelum diterbitkan izin poligami oleh Pengadilan Agama,” ucap Anggota Majelis, Dr. Ida Budhiati, S.H., M.H., saat membacakan pertimbangan putusan.
Arifudin sendiri baru mengajukan permohonan poligami ke Pengadilan Agama Kabupaten Dompu pada 26 Januari 2022 atau 11 bulan setelah pernikahan sirinya dengan Nurpati, yang diregister dengan Nomor: 100/Pdt.G/2022/PA.Dp.
Permohonan ini dikabulkan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Dompu pada 4 April 2022.
Selanjutnya, Arifudin baru mencatatkan perkawinannya dengan Nurpati ke KUA Kecamatan Kempo pada 18 April 2022.
“Meskipun Teradu telah mendapatkan izin menikah lagi dari istri pertama karena mengalami gangguan kesehatan secara permanen, DKPP menilai Teradu sebagai penyelenggara negara seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat dalam menjaga harkat dan martabat perempuan, menghormati dan menghargai izin istri, melaksanakan perkawinan kedua setelah mendapat izin dari Pengadilan Agama,” jelas Ida.
“Teradu sepatutnya juga mempunyai pengetahuan bahwa perkawinan secara siri menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi Sdri. Nurpati dan anak yang dilahirkannya,” imbuh Ida. (DAR)
Editor: Zulfa Simatur
(RuPol)