RUANGPOLITIK.COM-Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan para pekerja/asisten rumah tangga (PRT) masih belum dianggap sebagai pekerjaan resmi sehingga sebagian besar PRT tidak memiliki jaminan sosial, baik berupa jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan.
“PRT adalah pekerjaan yang sangat mulia, sehingga penting untuk memastikan bahwa jaminan atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, pekerjaan yang juga mendapat pengakuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia ini ada atau berlaku di Indonesia,” paparnya.
Untuk itu, Komnas Perempuan mendesak agar Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) agar segera disahkan sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak PRT. Menurut dia, dengan tidak adanya payung hukum bagi PRT, membuat mereka rentan mengalami kekerasan serta tidak mendapatkan hak-haknya.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, tercatat selama rentang 2005-2020, lebih dari 2.332 kasus yang dialami oleh pekerja rumah tangga. “Artinya, setiap dua hari, sekurangnya ada satu perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga menjadi korban kekerasan,” katanya.
Berita Terkait:
Bawa 18 Tuntutan, Demo Buruh May Day Fiesta Sudah Penuhi Gedung DPR/MPR
Partai Buruh Gelar May Day Fiesta 14 Mei di GBK, Bukan di JIS
Jalin Komunikasi di Kalangan Elite, Puan Dinilai Pemimpin Perempuan Masa Kini
Hari Kartini, Jokowi: Indonesia Selalu Lahirkan Perempuan Tangguh di Tiap Zaman
Kasus Tak Harmonis
Salah satu kasus hubungan tidak harmonis antara PRT dan majikan dialami SR hingga mengadukan ke Komnas Perempuan. Perempuan genap berusia 71 tahun tersebut mengaku memiliki hubungan tak harmonis dengan istri majikannya.
“Saya sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) selama tiga tahun, itu pun hanya digaji Rp500 ribu perbulan,” kata SR didampingi Kuasa Hukumnya Andi Ramlan dan Ahmad di Komnas Perempuan, Selasa (28/6/2022).
Ia mengatakan, menetap tinggal di rumah majikannya sejak 2018 hingga 2021 lalu. Selama itu juga dia dan istri majikannya memiliki hubungan yang tidak harmonis.
“Saya berharap pengaduan ini ditindaklanjuti oleh Komnas Perempuan. Dan mereka berjanji akan memediasi kasus ini,” kata Stince.
“Saya hanya menuntut tanggung jawab (uang pengobatan) kepada istri majikan dan pembayaran gaji selama ini saya terima tidak penuh. Kadang terima 200 ribu, 300 ribu perbulan,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum SR, Andi Ramlan mengatakan, Komnas Perempuan berjanji akan memberikan konseling dan pendampingan kepada SR. Sebab, secara psikologis, SR mengalami trauma.
“Dia sering menangis dan Komnas Perempuan berjanji menyelesaikan masalah ini serta bersiap memberikan mediasi,” katanya.
Berikan Konseling
Sementara Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengatakan, Komnas Perempuan akan memberikan pendampingan dan pemulihan kepada korban kekerasan, khususnya pada perempuan.
“Kami akan memberikan pendampingan dan pemulihan kepada korban kekerasan seksual dan kekerasan yang berdampak pada psikis korban,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemulihan psikologis korban dilakukan oleh petugas konselor. Dan mereka telah memiliki sertifikasi. “UU TPKS kan baru disahkan, jadi saat ini tengah bebenah, baik dari peraturan turunan hingga SDM,” katanya.
“Kalau berapa lama waktu konseling, tergantung dari kondisi korban,” imbuhnya. (AP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)
 
 









