RUANGPOLITIK.COM-Politisi PKS Mardani Ali Sera turut apresiasi kinerja Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), terkait Prof Budi Santosa Purwokartioko yang melakukan rasis.
Prof Budi Santosa menjadi viral usai Tulisan yang mengandung rasis. Ia menulis sindiran bahwa berkerudung atau jilbab merupakan pakaian manusia gurun.
Hal tersebut LPDP akan mengevaluasi Prof Budi Santosa karena tulisanya mengandung suku, agama, dan, dan antargolongan (SARA).
Melalui akun Twitter pribadinya.Politisi PKS Mardani ali mengucapkan terimakasih atas tindakan tegas LPDP kepada Prof Budi Santosa.
Berita Terkait:
Respons Rektor ITK, Mahfud MD: Sejak 1990-an Banyak Profesor di Kampus Besar Jadi Berhijab
Mahfud MD: Mayoritas Warga Papua Setuju Pemekaran
Tipis! Predikat Cebong Akut Tsamara Amany Tiba-tiba Berganti Kadrun
Tsamara Amany Diserang Isu Rasisme, Giring PSI: Racun Buat Demokrasi
Selain itu Mardani menautkan akun resmi Kementerian Budaya, Kepolisian , dan Kementerian keuangan untuk mengatasi Prof Budi yang rasis.
“Terimakasih dan salam hormat atas respon cepat dari @LPDP_RI kita tunggu respon cepat @Kemendikbud_RI, @Kepolsian_RI,@KemenkeuiRI,” ucap Mardani Ali sera sebagaimana dikutup FIN dari @MardaniAliSera pada Minggu, 1 April 2022.
Mardani Ali Sera menegaskan bahwa tindakan rasis dinegeri ini tidak diperbolehkan, terlebih lagi bidang akademisi.
“Agar masyarakat tau bahwa tindakan rasis di negeri ini tidak boleh, tidak patut apalagi seorang akademisi,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, Rektor Institut Teknologi Kalimantan, Budi Santosa Purwokartiko vira di media sosial. Pasalnya, lewat sebuah artikelnya di akun Facebook, Budi Santosa dinilai menyindir wanita jilbab sebagai manusia gurun.
Artikel yang dia tulis pada 27 April itu, Budi Santosa mulanya akui mewawancarai beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri.
Kata dia, bahwa mereka adalah mahasiswa dari program Dikti yang dibiayai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dia mengatakan bahwa para mahasiswa ini tidak hobi demo.
“Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8 dan 3.9” katanya.
Dia mengatakan, para mahasiswa ini tidak pernah berbicara soal agama. Seperti kehidupan setelah mati.
“Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa Cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung Cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb” tulis rektor.
“Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit:insaallah, barakallah, syiar, gadarullah, dsb” cibir Rektor
Kemudian pada paragraf berikutnya, dia menyebut para mahasiswa ini tidak mengenakan kerudung atau jilbab. Dia menyindir kerudung dan jilbab sebagai pakaian manusia gurun.
“mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar openmind” ujarnya.
“Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi,” terangnya lagi.
Artikel itu mendapat kecaman luas di media sosial. Sang rektor disebut rasis dan tidak pancasilais. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)