RUANGPOLITIK.COM-Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) mengungkapkan hampir 12 ribu orang menandatangani petisi yang menagih Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, untuk membuka big data yang diklaim 110 juta masyarakat mendukung wacana penundaan Pemilu 2024.
Menurut Alumni SAKTI, pernyataan dan klaim yang disampaikan oleh Luhut merupakan bagian dari informasi publik yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Selain itu, pasal 11 UU KIP telah menegaskan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat di antaranya informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum (huruf f). Sehingga, tidak ada alasan bagi Luhut untuk menolak membuka big data yang ia sampaikan.
“Pernyataan Luhut soal big data ini harus didukung dengan bukti yang valid agar tidak menjadi informasi yang menyesatkan bagi masyarakat,” bunyi petisi tersebut, dikutip dari situs Change.org, Rabu, (6/4/2022).
Alumni SAKTI mengingatkan, saat Luhut melaporkan dua aktivis HAM yaitu Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti atas hasil kajian yang mereka lakukan dengan tuduhan pencemaran nama baik, ia menyatakan bahwa publik figur harus menahan diri untuk menyampaikan pernyataan yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada buktinya. Padahal saat itu pernyataan yang disampaikan oleh kedua aktivis tersebut dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan secara komprehensif.
Berita Terkait:
Diminta Buka Big Data, Luhut ‘Ngeles’, Buat Apa?
Tanggapi Klaim Luhut, Puan: PDIP juga Punya Big Data
Muncul Desakan Agar Jokowi Copot Menko Luhut
Demokrat Tantang Keabsahan Big Data Luhut Soal 110 Juta Netizen
“Kini waktunya kita menagih hal yang sama kepada Luhut. Buka transparansi big data yang menunjukan 110 juta masyarakat mendukung penundaan pemilu!,” demikian penutup petisi tersebut.
Jubir Luhut, Jodi Mahardi sebelumnya menyebut bahwa klaim big data Luhut itu berdasarkan dari data internal. “Sebagai bagian dari pemerintah, tentu Pak Luhut menyerap semua aspirasi publik dengan pengelolaan data-data dari berbagai sumber yang terangkum dalam big data yang dikelola secara internal,” ujar Jodi kepada awak media.
Namun Jodi enggan membeberkan data lengkap dan metode ilmiah pengumpulan data tersebut. “Saya enggak punya authorized untuk itu,” ujarnya.
Selain Luhut, klaim serupa pernah disampaikan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. Muhaimin menyebut, berdasarkan big data versinya terdapat 100 juta subjek akun di media sosial, yang mana sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Politikus PDIP Adian Napitupulu mendesak dua pejabat pemerintah tersebut menjelaskan kepada publik dari mana dan bagaimana metode ilmiah pengumpulan datanya. “Angka 100-an juta itu dari mana saja? Kenapa paparan tersebut penting? Karena suara rakyat tidak bisa di klaim semena-mena,” ujar Sekretaris Jenderal Persatuan Nasional Aktivis ’98 itu.(AP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)