RUANGPOLITIK.COM – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, ikut desak Arteria Dahlan meminta maaf kepada masyarakat Sunda, terkait pernyataannya tentang melarang bahasa Sunda pada rapat di lingkungan Kejati Jawa Barat.
Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan itu, disampaikannya pada saat Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung, Senin (17/1/2022).
“Ada kritik sedikit Pak JA (Jaksa Agung), ada Kajati Pak dalam rapat, dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu,” pintanya kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Pernyataan itu kemudian menjadi polemik, berbagai unsur masyarakat Sunda mendesak Arteria Dahlan untuk minta maaf, bahkan ada yang mengancam akan melakukan demostrasi.
Hal itu juga menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang ikut meminta Arteria Dahlan segera meminta maaf kepada masyarakat Sunda, agar tidak berdampak ke hal-hal lainnya.
“Saya mengimbau Pak Arteria Dahlan, sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi,” ujarnya kepada wartawan ketika menghadiri sebuah acara di Bali, Selasa (18/1/2022).
Menurutnya, jika politisi PDI Perjuangan itu meminta maaf secepatnya, mungkin tidak akan ada lagi polemik dan keresahan di tengah masyarakat Sunda.
“Sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya. Jadi sebaiknya Pak Arteria minta maaf aja,” lanjutnya.
Baca juga:
Ridwan Kamil: Kinerja Politik Lebih Jitu dari Hasil Survey
Ridwan Kamil Putuskan Masuk Partai Politik Tahun Depan
Ridwan kamil juga menyayangkan permintaan Arteria kepada Jaksa Agung, untuk memecat Kejati yang disebut menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat tersebut, karena tidak ada dasar hukumnya.
“Tidak ada dasar hukum yang jelas. Bahkan saya amati ini (kritikan soal pemakaian Bahasa Sunda dalam rapat) menyinggung banyak pihak warga Sunda di mana-mana. Saya sudah cek ke mana-mana. Saya kira tidak ada di rapat yang sifatnya formal dari A sampai Z nya Bahasa Sunda,” terangnya.
Bahkan menurut Ridwan, bahasa daerah hampir digunakan di semua daerah dan di acara-acara seremonial, seperti pembuka pidato atau penutup pidato, agar apa-apa yang disampaikan menjadi lebih menarik. Dan itu juga merupakan lambang dari keberagaman di Indonesia, yang dibalut dalam Bhineka Tunggal Ika.
“Jadi saya menyesalkan statement dari Pak Arteria Dahlan terkait masalah bahasa ya, yang ada ratusan tahun atau ribuan tahun, menjadi kekayaan Nusantara ini. Coba aja perhatikan, pejabat-pejabat daerah lain, sering juga memakai bahasa daerah di acara seremonial, itu membuat lebih menarik, itulah Bhineka Tunggal Ika” pungkas Ridwan. (ASY)
Editor: Asiyah Lestari
(RuPol)